Mitos Mbah Bregas, Sang Penyembuh Dusun Ngino Sleman

- Mbah Bregas adalah tokoh leluhur yang dihormati di Dusun Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman
- Dianggap sebagai cikal bakal Dusun Ngino, Mbah Bregas meninggalkan pesan-pesan dan mitos yang masih diyakini masyarakat setempat
- Adanya ritual khusus seperti Mubeng Ringin dan upacara adat seperti wilujengan dan panyuwunan sebagai wujud penghormatan terhadap Mbah Bregas
Ada kisah warisan leluhur yang tetap hidup di hati masyarakat Dusun Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu mitos tentang Mbah Bregas, tokoh yang dipercaya meninggalkan jejak spiritual. Peninggalannya memiliki daya mistis yang menarik bagi mereka yang punya hajat tertentu.
Mitos ini juga diwujudkan dalam ritual khusus yang dilaksanakan masyarakat setempat, bahkan ada yang dari luar daerah. Pada malam Selasa dan Jumat Kliwon, orang-orang berziarah ke makam Mbah Bregas untuk berdoa dan berharap dapat petunjuk.
Berikut akan dikupas lebih jelas tentang mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino yang masih lestari hingga saat ini.
1.Asal-usul Mbah Bregas

Mbah Bregas adalah seorang prajurit yang lari menyelamatkan diri dari peperangan masa kerajaan Majapahit, dan dalam versi Islam, beliau adalah murid sekaligus anak Sunan Kalijaga. Saat itu juga di Dusun Ngino sedang terjadi wabah penyakit, di mana siapa pun yang badannya demam pada malam hari, maka pagi harinya meninggal.
Di tengah kondisi yang memprihatinkan, Mbah Bregas datang dengan membawa harapan. Kedatangannya dianggap keberkahan karena banyak warga yang bisa sembuh dari penyakit tersebut. Oleh karena itu, nama “Mbah Bregas” berasal atas pemberian masyarakat sekitar yang terdiri dari kata bagas dan waras, artinya sehat.
2.Mitos-mitos Mbah Bregas yang masih diyakini masyarakat setempat

Tak hanya sebagai tokoh leluhur yang dihormati, Mbah Bregas juga dikenal sebagai sosok yang meninggalkan pesan-pesan yang sampai sekarang masih diyakini masyarakat Dusun Ngino. Pesan-pesannya memberi petunjuk untuk menjaga harmoni kehidupan. Berikut beberapa mitosnya dikutip jurnal Mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino Desa Margoagung Seyegan Sleman Yogyakarta.
- Larangan menumbuk padi dengan lesung kayu
Pantangan menumbuk padi menggunakan lesung kayu, apalagi pada waktu sepertiga malam. Konon, Mbah Bregas yang sedang beribadah terganggu oleh aktivitas warga yang malam hari menumbuk padi. Itulah sebabnya muncul aturan ini.
- Larangan membuat sumur dari senggot
Mitos lainnya yaitu larangan membuat sumur menggunakan senggot (timba dari bambu). Ini berawal ketika Mbah Bregas sedang berdiskusi dengan Sunan Kalijaga, mereka terganggu oleh bunyi senggot. Sejak itulah, timba dari senggot dilarang digunakan warga Ngino. Mitosnya, siapa saja yang melanggar, maka akan gila.
- Larangan menanam pohon sirih
Ketika Mbah Bregas membutuhkan sirih, namun setelah dicari ke seluruh dusun tidak menemukannya, maka muncullah keyakinan ini bahwa warga Ngino tidak boleh menanam pohon sirih. Kalau ada yang melanggar, dipercaya akan mengalami musibah. Meski begitu, kini mulai banyak warga yang menanam dan tidak mengalami kejadian buruk.
- Anjuran bagi pengantin untuk melakukan ritual Mubeng Ringin
Adanya kepercayaan tentang kerajaan jin di timur pohon beringin, maka pengantin baru dianjurkan melakukan ritual supaya tidak mendapat gangguan. Dikutip wawancara dalam jurnal Cultural Production Strategies Through Local Wisdom Oral Traditions Perdukuhan Ngino XII Sleman Yogyakarta, ritual ini dilakukan dengan cara mengitari pohon beringin sebanyak tiga kali. Saat menjalankannya juga perlu diiringi keinginan berbakti kepada orangtua, kepada agama, dan negara.
Tata caranya yaitu memutari pohon dengan arah berlawanan jarum jam. Diawali mengucap salam, kemudian membaca basmalah. Putaran pertama membaca syahadat sebanyak tiga kali. Putaran kedua membaca salawat tiga kali, dan putaran ketiga membaca istighfar sebanyak tiga kali.
Ritual ini salah satu upaya perlindungan diri, sekaligus bentuk penghormatan terhadap leluhur. Terlepas dari kepercayaan masing-masing, warisan budaya ini telah menjadi identitas lokal yang bersejarah.
3.Tradisi dan nilai luhur yang diajarkan

Dipercaya sebagai cikal bakal Dusun Ngino, masyarakat juga mewujudkan rasa hormatnya melalui acara adat seperti wilujengan dan panyuwunan di makam Mbah Bregas, Mubeng Ringin setiap kali ada penikahan, serta kegiatan tahunan bersih besa.
Wilujengan adalah ziarah makam ke sesepuh yang dianggap memiliki kemampuan khusus. Tujuannya mendoakan arwah yang dituju, dan memohon keselamatan bagi yang masih hidup. Terdapat serangkaian kegiatan adat yang dilakukan masyarakat untuk semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Sedangkan, Panyuwuhan adalah permintaan ketika seseorang memiliki harapan yang diungkapkan melalui hal-hal gaib. Ritualnya dilaksanakan malam Selasa dan Jumat Kliwon, hal ini juga ada kaitannya dengan mitos Mbah Bregas yang konon dipercaya sebagai perantara doa kepada Tuhan.
Keyakinan ini karena sosoknya dianggap sebagai hamba yang taat, sehingga ketika berdoa menyampaikan keinginan melalui Mbah Bregas akan terkabul. Waktu yang dianggap bagus untuk berziarah ke makam Mbah Bregas yaitu Maulud, Ruwah, dan Suro.
Mbah Bregas juga mengajarkan nilai-nilai luhur kepada warga Ngino tentang kebersamaan dan gotong royong yang diterapkan dalam kehidupan, termasuk penyelenggaraan upacara Bersih Desa. Dilansir laman kebudayaan.slemankab.go.id, upacara ini dilakukan setelah masa panen sebagai ungkapan syukur dan penghormatan terhadap Mbah Bregas.
Mbah Bregas, sosok terhormat sekaligus figur yang mewariskan nilai-nilai luhur bagi masyarakat Dusun Ngino. Mitos-mitos yang berkembang sebagai bagian identitas budaya setempat. Tak hanya mengajarkan tradisi berkehidupan, tapi juga memperkokoh hubungan antarmasyarakat.