Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mitos Larangan Merumput dan Berburu di Lereng Merapi, Angker?

ilustrasi sekelompok orang membawa rumput (pexels.com/ Oriz Mufassa)
Intinya sih...
  • Mitos larangan merumput dan berburu di lereng Gunung Merapi adalah untuk keselamatan masyarakat dari gas beracun dan ancaman awan panas.
  • Larangan ini juga melindungi binatang hutan yang memiliki kepekaan terhadap perubahan alam sebagai tanda awal letusan gunung.
  • Mitos ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem, mengatur perilaku masyarakat, dan mendukung kelestarian alam di kawasan tersebut.

Keindahan alamnya sungguh menakjubkan, di sisi lain lereng Gunung Merapi menyimpan banyak misteri. Salah satu yang masih diyakini masyarakat setempat adalah mitos larangan merumput dan berburu di kawasan tersebut.

Beberapa tempat dianggap angker dan dikaitkan dengan keberadaan makhluk gaib yang menjaga wilayah tersebut. Apakah sangat menakutkan karena energi mistisnya yang kuat sehingga ada larangan-larangan? Atau, justru jadi bagian kearifan lokal dalam upaya melestarikan lingkungan? Mari, telusuri lagi.

1.Mitos dan kkosistem di Lereng Merapi

ilustrasi seekor kera (pexels.com/ Mikhail Nilov)
ilustrasi seekor kera (pexels.com/ Mikhail Nilov)

Dalam bukunya Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi, Minsarwati menjelaskan bahwa larangan mencari rumput di tempat angker tak sekadar cerita nenek moyang yang diwariskan ke keturunannya, tapi juga didasari keselamatan tinggal di suatu lingkungan.

Kawasan yang dianggap angker terletak di jalur aliran lahar, maka di situ mengandung gas beracun yang membahayakan manusia. Munculnya larangan ini, secara gak langsung melindungi masyarakat agar selamat dari ancaman awan panas yang bisa kapan saja meluncur dari puncak Gunung Merapi.

Lalu, juga ada pensakralan terhadap binatang-binatang hutan pun berfungsi bagi masyarakat. Binatang-binatang di sana memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan alam, termasuk saat ada aktivitas vulkanik. Masyarakat setempat sering mengamati perilaku hewan-hewan di gunung sebagai tanda-tanda awal akan terjadi letusan.

Hewan-hewan akan secara bersamaan turun ke daerah lebih rendah, masyarakat pun jadi waspada dan melakukan tindakan penyelamatan dini ketika ada indikasi gunung Merapi akan erupsi.

Dengan saling sadar untuk menjaga habitat binatang tetap alami, rumput-rumput yang jadi makanannya juga tercukupi, maka melarang mencari rumput dan berburu di kawasan ini adalah demi kebaikan bersama. Jaga kehidupan alami di sana karena membantu manusia mendapatkan peringatan dini ketika ada bencana.

2.Mitos yang sekaligus upaya pelestarian ekosistem di lereng Merapi

ilustrasi pemadangan gunung Merapi (unsplash.com/ Muhammad Fadil)

Adanya larangan merumput dan berburu binatang sebenarnya memiliki tujuan baik yaitu menjaga keseimbangan ekosistemnya. Seperti yang dijelaskan Ibnu Subiyanto dalam bukunya yang berjudul Melacak Mitos Merapi; Peka Membaca Bencana, Kritis terhadap Kearifan Lokal, pentingnya mitos larangan di lereng Merapi juga untuk mengatur orang-orang yang kurang memahami tentang cara menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di kawasan itu.

Gunung Merapi adalah salah satu yang teraktif di Indonesia, dengan siklus erupsi yang juga berulang dari waktu ke waktu, tentu membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, mitos-mitos larangan yang berkembang juga berperan agar warga mengikuti aturan yang mendukung kelestarian alam.

3.Mitos, ilmu warisan berharga dari nenek moyang untuk mengatur sistem kehidupan sosial

ilustrasi sapi makan rumput (pexels.com/ Sandeep Singh)

Mitos juga sebuah sistem sosial yang dibuat oleh nenek moyang dengan cermat berdasarkan pengalaman, dan cerdas terhadap apa yang perlu dilakukan agar tercipta harmoni kehidupan. Bahkan, Ibnu juga membagikan pengalamannya yang menunjukkan kalau mitos lebih efektif untuk mengatur masyarakat kecil agar tidak melanggar aturan pemerintah yang berdampak kerusakan alam.

Pada tahun 2004, beliau mendapat laporan ada penambang tradisional yang menggerogoti tebing-tebing yang curam, tentu ini mengancam keselamatan penambang. Ketika sudah bertemu dan hanya mengatakan kalimat peringatan sederhana untuk tidak merusak kondisi jurang tersebut, karena kalau nekat nanti akan merasakan sendiri akibatnya.

Selang beberapa hari masih ada penambang yang nekat dan meninggal di tempat karena tertimbun pasir dan batu yang digalinya sendiri. Semenjak itu gak ada lagi yang berani menambang di tebing.

Nampaknya hal tersebut sejalan dengan Suwardi Endraswara dalam buku Falsafah Hidup Jawa yang menjelaskan mengenai mitos berupa larangan jika dilanggar, masyarakat takut akan mendapat akibat buruk. Sehubungan dengan larangan merumput dan memburu binatang-binatang hutan di lereng Gunung Merapi, jika ada yang nekat terus melanggar, maka ekosistemnya lama-lama rusak, dan ketika erupsi dapat menimbulkan dampak buruk bagi warga setempat hingga merambah ke wilayah lain.

Mari, hormati lingkungan yang jadi habitat satwa liar dengan tidak sembarangan mengeksploitasinya. Ini jadi kontribusi terhadap kelestarian ekosistem yang tentu dampak baiknya akan dirasakan banyak pihak, termasuk masyarakat daerah lain secara lebih luas lagi yang kehidupannya juga dipengaruhi oleh ekosistem Merapi.

Belajar dan memahami jalannya aturan dari nenek moyang tersebut bukan berarti sepenuhnya percaya pada hal-hal mistis semata, karena buktinya memang selaras juga dengan upaya menjaga keseimbangan alam. Generasi mendatang diharapkan juga ikut berperan menjaga kearifan lokal ini tetap lestari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us