Mahasiswa UNY Kembangkan Terapi Regulasi Emosi Siswa ABK lewat Seni

- Mahasiswa UNY mengembangkan Zine Therapy, metode terapi berbasis seni untuk membantu regulasi emosi siswa inklusi di SD Pedagogia Labschool FIP UNY.
- Terapi ini terbukti meningkatkan fokus, ekspresi diri, dan antusiasme anak berkebutuhan khusus.
- Hasil riset dikembangkan menjadi modul panduan Zine Therapy yang dapat digunakan guru, terapis, dan orang tua.
Yogyakarta, IDN Times - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) menghadirkan inovasi terapi berbasis seni bernama Zine Therapy. Terapi ini dirancang sebagai metode multimoda untuk membantu regulasi emosi siswa inklusi di SD Pedagogia Labschool FIP UNY.
Inovasi tersebut memperoleh dukungan pendanaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) melalui skema PKM-RSH. Program dijalankan selama empat bulan, yaitu mulai 7 Juli hingga 3 November 2025.
Riset ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari Rizki Amalia Putri Hidayat (Program Studi Sastra Indonesia), Najwa Dinara Aprilia (Pendidikan Seni Rupa), Aditia Firmansyah (Psikologi), Nabila Laili Sabillah (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan Siti Zaniah Nur Hidayah (Statistika). Mereka dibimbing oleh Haryanto, dosen Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSB UNY yang memiliki pengalaman dalam riset sosial humaniora dan program PKM.
1. Mengolah seni menjadi media terapi yang menyenangkan dan inklusif

Riset berjudul Seni sebagai Media Terapi Emosi untuk Anak Berkebutuhan Khusus dilatarbelakangi oleh tantangan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti penyandang autisme, ADHD, dan gangguan regulasi emosi dalam mengekspresikan diri maupun berinteraksi sosial. Kondisi ini sering membuat mereka mengalami hambatan emosional dan psikososial di lingkungan belajar.
Melalui Zine Therapy, tim riset mengolah seni menjadi media terapi yang menyenangkan dan inklusif. Kegiatan seperti menggambar, mewarnai, menulis cerita, membuat roket kertas, hingga menyusun puzzle dirancang untuk membantu anak menyalurkan emosi, melatih fokus, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
“Zine Therapy bukan hanya soal menghasilkan karya seni, tetapi juga menjadi ruang aman bagi anak untuk memahami dan mengekspresikan emosinya,” ujar ketua tim, Rizki Amalia, Jumat (31/10/2025) dilansir laman resmi UNY.
Ia menambahkan, dengan pendekatan multimoda, anak bebas memilih aktivitas yang sesuai minatnya sehingga proses terapi berlangsung alami dan menyenangkan tanpa adanya paksaan.
2. Anak lebih fokus dan antusias

Proyek ini tidak hanya menonjolkan sisi kreatif, tetapi juga memiliki dasar ilmiah yang kuat. Siti Zaniah Nur Hidayah, anggota tim dari bidang Statistika, berperan dalam menganalisis hasil terapi melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Dari hasil observasi dan pengukuran terstandar, tim menemukan adanya peningkatan pada kemampuan regulasi emosi, konsentrasi, serta ekspresi diri anak setelah mengikuti sesi Zine Therapy. Perubahan positif juga terlihat dari ekspresi dan sikap anak yang tampak lebih fokus, antusias, serta berani mengemukakan pendapat selama kegiatan berlangsung.
3. Hasil riset dikembangkan menjadi modul

Hasil riset ini akan dikembangkan menjadi modul panduan Zine Therapy yang berisi langkah-langkah praktis pelaksanaan terapi. Modul tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan guru, terapis, maupun orang tua sebagai panduan menerapkan terapi seni di rumah atau di sekolah.
Melalui penelitian ini, tim berharap Zine Therapy dapat menjadi alternatif untuk memperkuat kesehatan mental anak berkebutuhan khusus sekaligus membantu mereka mengembangkan kemampuan sosial dan emosional di lingkungan belajar.
“Harapan kami, Zine Therapy bisa diterapkan lebih luas di sekolah-sekolah inklusi di Indonesia dan menjadi bagian dari praktik psikologi pendidikan yang humanis dan berbasis seni,” tutup Rizki.


















