Kota Jogja Bebas Penyakit Frambusia, Ketahui Gejala dan Pencegahannya

- Kota Yogyakarta dinyatakan bebas frambusia oleh Kementerian Kesehatan RI.
- Frambusia adalah penyakit kulit menahun yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum subspesies pertenue.
- Gejala frambusia berkembang dalam tiga tahap, penularannya melalui kontak langsung dengan luka atau pertumbuhan kulit penderita.
Yogyakarta, IDN Times – Kementerian Kesehatan RI resmi menetapkan Kota Yogyakarta sebagai salah satu daerah bebas frambusia. Sertifikat Kabupaten/Kota Bebas Frambusia diserahkan pada Rabu (20/8/2025) secara daring, disaksikan Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, serta Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, di Balai Kota Yogyakarta.
Emma mengatakan hasil skrining di sekolah maupun rumah sakit selama tiga tahun terakhir menunjukkan tidak ditemukan kasus frambusia di Kota Jogja. “Dengan pencapaian ini, harapannya masyarakat Kota Yogyakarta tetap sehat dan dapat menjaga status bebas frambusia, sehingga sertifikat yang diperoleh tidak hilang,” ucapnya dikutip laman resmi Pemkot Yogyakarta.
Namun, apa sebenarnya penyakit frambusia itu? Seperti apa gejala dan bagaimana pencegahannya? Simak penjelasannya berikut ini!
1. Apa itu penyakit frambusia?

Frambusia adalah penyakit kulit menahun yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum subspesies pertenue. Penyakit ini memunculkan pertumbuhan kulit yang bisa menyebar ke bagian tubuh lain. Jika tidak ditangani, frambusia dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, tulang, dan jaringan.
Frambusia juga dikenal dengan nama lain seperti pian, framboesia, atau bouba. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak di daerah tropis, terutama yang memiliki sanitasi dan kebersihan lingkungan rendah.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa capaian eliminasi frambusia tidak instan. “Ini adalah sebuah perjalanan panjang yang bukan satu atau dua hari kemudian selesai. Untuk kusta saja butuh tiga tahun tidak ada penderitanya, begitu juga filariasis dan frambusia. Sehingga diperlukan sebuah orkestra yang dijalankan dengan penuh perencanaan yang matang di tingkat daerah,” ungkapnya.
2. Gejala frambusia yang perlu diwaspadai

Gejala frambusia berkembang dalam tiga tahap. Pada tahap awal, penderita biasanya mengalami pertumbuhan kulit tunggal atau disebut “induk frambusia” yang gatal, bisa bernanah, dan meninggalkan bekas luka setelah sembuh.
Gejala sekunder biasanya muncul 1–2 bulan kemudian dengan pertumbuhan kulit lebih banyak, menyerupai kutil atau borok, serta bisa menyebar ke tulang. Sedangkan gejala tersier muncul setelah 5–10 tahun tanpa pengobatan, ditandai dengan pertumbuhan besar di persendian hingga kerusakan pada tulang.
Selain itu, penderita juga bisa mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri tulang, kelelahan, dan rasa tidak sehat secara umum.
3. Cara penularan dan pencegahannya

Frambusia menular melalui kontak langsung dengan luka atau pertumbuhan kulit penderita, terutama pada dua tahap pertama penyakit. Orang yang paling rentan tertular adalah anak-anak di bawah 15 tahun di wilayah endemis.
Untuk mencegah penularan, langkah paling efektif adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menekankan pentingnya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menjalankan program global pemberantasan frambusia dengan memberikan pengobatan antibiotik massal, baik bagi orang yang bergejala maupun tidak, di wilayah endemis.