Kenapa UMR Jogja Rendah? Ini 3 Alasannya

- Minimnya lapangan pekerjaan di Jogja menyebabkan rendahnya upah bagi pekerjanya, membuat sulit untuk mencari nafkah.
- Jogja bukan kota industri, sehingga UMR-nya jauh berbeda dengan kota-kota industri lain di Indonesia.
- Romantisasi bahwa Jogja itu murah dan dipengaruhi oleh pola gaya hidup mahasiswa juga mempengaruhi rendahnya UMR di Jogja.
Di balik keramahan warganya, tempat wisata yang selalu baru, dan kuliner lezatnya, Jogja menyimpan berbagai gejolak yang membuatnya dipandang sebelah mata. Yakni perihal sampah yang masih belum menemui titik terang, kejahatan jalanan atau klitih yang masih marak, sampai upah minimum regional (UMR) yang terbilang rendah.
Perkara kenapa UMR Jogja rendah ini juga menjadikannya sebagai kota yang kurang bersahabat buat mengejar karier. Ada berbagai alasan yang menjadi penyebabnya, termasuk tiga hal berikut ini.
1. Kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan

Minimnya lapangan pekerjaan di Jogja memberi dampak pada rendahnya upah bagi pekerjanya. Hal ini menjadikan kurangnya ambisi antarperusahaan dalam mencari tenaga kerja atau karyawan laiknya di kota lain hingga perlu saling berlomba-lomba menawarkan upah tinggi hingga fasilitas yang memanjakan untuk menarik minat para pencari kerja.
Karenanya, mereka yang menetap atau mencari nafkah di Jogja dipaksa mau tak mau menerima upah rendah asal mendapat pekerjaan. Sedangkan di satu sisi, kesejahteraan mereka perlu meningkat alih-alih sekadar konsisten.
2. Jogja bukan kota industri

Jogja sejatinya bukan kota industri dan bukan kota untuk urbanisasi melainkan lebih dikenal sebagai tujuan wisata dan kota pelajar. Kota industri sendiri adalah wilayah yang secara khusus dikembangkan untuk pengembangan industri dengan perusahaan-perusahaan hingga pabrik besar di dalamnya.
Di Indonesia sendiri, wilayah yang masuk sebagai kota industri di antaranya adalah Bekasi, Serang, Batam, dan lain-lain. Dari sini dapat dilihat perbedaan UMR Jogja dengan kota-kota tersebut yang terbilang jauh berbeda bahkan Jogja adalah salah satu kota dengan UMR terendah di Indonesia.
3. Romantisasi hidup di Jogja yang serba terjangkau

Alasan kenapa UMR Jogja rendah selanjutnya adalah karena romantisasi bahwa Jogja itu murah. Hal ini dapat kamu saksikan langsung di konten-konten media sosial yang menyebut hidup di sini terjangkau dengan makan di angkringan atau banyaknya warmindo sebagai andalan mahasiswa.
Ditambah lagi sebagian besar masyarakatnya hidup di pedesaan yang damai dan hidup sebagai petani atau peternak. Dari situ kemudian terbentuk pandangan bahwa hidup sejahtera tak melulu materi tapi juga bisa datang dari rasa nyaman dan tenang.
Fakta bahwa Jogja adalah kota pelajar dengan mahasiswa rantau dari seluruh Indonesia memberi dampak. Mahasiswa cenderung hidup mengandalkan uang kiriman orangtua sehingga harus berhemat. Mau tak mau, pemilik usaha seperti indekos hingga tempat makan harus menyesuaikan dengan 'isi kantong' mahasiswa dan membentuk pola gaya hidup murah.
Itulah beberapa alasan kenapa UMR Jogja rendah. Meski kenaikannya termasuk yang tertinggi di Indonesia yakni 7,27 persen atau naik Rp144.115, tapi masih UMR-nya masih termasuk yang terbawah. Apalagi mengingat harga-harga kebutuhan yang kian meroket, perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran baiknya sejalan kan?