Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kenapa Salat Idul Fitri Digelar di Lapangan? Ini Sejarahnya

Ilustrasi keutamaan salat idulfitri di lapangan (Pexels.com/Falaq Lazuardi)
Intinya sih...
  • Salat Idul Fitri dilaksanakan di lapangan adalah tradisi Muhammadiyah sejak 1926
  • Kiai Ahmad Dahlan mendorong pelaksanaan salat di lapangan berdasarkan Sunnah Nabi Muhammad SAW
  • Muhammadiyah memutuskan untuk menggelar salat Idul Fitri dan Idul Adha di konsul dan cabang seluruh Indonesia secara rutin

Salat Idul Fitri merupakan ibadah sunnah yang dilaksanakan umat Islam setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadan. Pelaksanaan salat ini biasanya dilakukan secara berjamaah pada pagi hari tanggal 1 Syawal. Namun, pernahkah kamu bertanya-tanya, kenapa salat Idul Fitri dilakukan di lapangan?

Ternyata, ada sejarah dan alasan di balik pelaksanaan salat di lapangan tersebut, lho. Supaya makin tahu secara jelas, yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!

1. Muhammadiyah sebagai pelaksana salat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan

Ilustrasi keutamaan salat idulfitri di lapangan (pexels.com/id-id/@dibakar-roy)

Dalam buku Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) karya Haedar Nashir, dicatatkan bahwa Muhammadiyah adalah yang pertama kali melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan. Diperkirakan mulai tahun 1926 dan dilakukan secara terbuka di Alun-alun Utara, Jogja. Meski begitu, awalnya beribadah di ruang terbuka dianggap tak biasa. 

Dalam buku yang sama dituliskan bahwa Kiai Ahmad Dahlan telah berusaha memahamkan agar Sunnah Nabi Muhammad SAW diikuti. Termasuk dengan salat di lapangan. Hal ini tertuang berdasar hadis riwayat Abu Sa’id al Hudriy yang berbunyi: 

"Bahwa Rasul SAW keluar pada hari raya Idul Fitri dan Adha ke Al-Mushala (tanah lapang). Hal pertama yang dilakukan adalah salat. Setelah selesai beliau berdiri menghadap para jamaah, sementara mereka duduk bersaf, lalu beliau memberi nasihat, berwasiat dan memerintah mereka. Apabila beliau hendak berhenti, maka berhenti dan bila memerintah sesuatu, maka langsung memerintahkannya, kemudian selesai.” (HR. Bukhari).

2. Berawal dari kritikan tamu India kepada Muhammadiyah

Ilustrasi keutamaan salat idulfitri di lapangan (pexels.com/id-id/@aksbykas)

Kepastian bahwa salat id pertama dilaksanakan tahun 1926 oleh Muhammadiyah ini turut tertulis dalam Almanak Muhammadiyah 1394 (1974). Hal ini merujuk pada hasil keputusan Kongres Muhammadiyah ke-15 yang dilakukan di Surabaya.

Selain itu, dalam tulisan ilmiah berjudul Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai (2019) karya St. Nurhayat, dkk dijelaskan jika awal keputusan menggunakan lapang sebagai lokasi salat bermula dari kritikan seorang tamu dari negeri India. Hal ini terjadi tahun saat di bawah kepemimpinan Kiai Ibrahim pada 1923-1933. Kala itu, ada seorang tamu India yang memprotes mengapa salat Idul Fitri bertempat di masjid. 

Dikutip dari laman Muhammadiyah, menurut tamu tersebut, seharusnya Muhammadiyah melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul Adha di tanah lapang selayaknya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Apalagi Muhammadiyah telah telah memutuskan diri sebagai gerakan Tajdid atau yang artinya pencerahan. 

Dan sejak itu, terbentuk penghimpunan para ulama Muhammadiyah yang membahas berbagai persoalan peribadatan dan disebut dengan Majelis Tarjih. Majelis ini di Muhammadiyah baru memperlihatkan eksistensinya pada masa kepemimpinan Kiai Mas Mansur pada 1936-1942. Dan setelah keputusan itu lah mulai digelar secara rutin, salat Idul Fitri dan Idul Adha di konsul dan cabang Muhammadiyah seluruh Indonesia. 

3. Keutamaan salat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan

Ilustrasi keutamaan salat idulfitri di lapangan (pexels.com/id-id/@apyfz)

Hukum melaksanakan salat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan. Dan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah meninggalkan ibadah tersebut selama sembilan kali Syawal dan Zulhijah setelah disyariatkannya. Dan melansir laman Muhammadiyah, Rasulullah SAW selalu melaksanakannya di lapangan terbuka atau yang disebut mushala (tempat salat).

Dari Abu Haurairah bahwa mereka (para Sahabat) pada suatu hari raya mengalami hujan, lalu Nabi SAW melakukan salat bersama mereka di mesjid. [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim. Ia (al-Hakim) mengatakan: Ini adalah hadis sahih sanadnya (Al-Mustadrak, I:295, “Kitab al-‘Idain)]. Dari sini dapat disimpulkan bahwa saat turun hujan, Nabi Muhammad melaksanakan salat di masjid dan selain itu Baginda Nabi SAW melaksanakannya di lapangan terbuka. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dyar Ayu
Paulus Risang
Dyar Ayu
EditorDyar Ayu
Follow Us