Dari Lereng Merapi, Prestasi Devita Berbuah Kuliah Gratis di UGM

- Jalan panjang menuju UGM tak selalu mulus. Devita sempat ditolak oleh beberapa universitas sebelum diterima di UGM, namun dukungan orang tua membuatnya bangkit.
- Prestasi nasional dan internasional jadi modal utama. Devita berhasil meraih berbagai prestasi di tingkat nasional hingga internasional, meskipun menganggap kegagalan sebagai pengalaman berharga.
- Orangtua sebagai kekuatan utama. Meski dari keluarga sederhana, kedua orangtua Devita selalu mendorongnya meraih pendidikan setinggi mungkin, menjadi simbol harapan akan masa depan yang lebih cerah.
Mimpi besar tak pernah mengenal batas geografis. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Devita Febrianisa, perempuan asal Dusun Tegalweru di lereng Merapi, Kemalang, Klaten, yang berhasil lolos mengenyam bangku kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi (PBUB).
Meski berasal dari keluarga sederhana, semangat dan kerja keras membawa Devita lolos di Program Studi Sosiologi, FISIPOL UGM, dengan keringanan 100 persen Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kisahnya adalah bukti bahwa tekad yang kuat mampu mengalahkan segala keterbatasan.
1. Jalan panjang menuju UGM tak selalu mulus

Perjalanan Devita menuju kampus Bulaksumur tidak langsung mulus. Ia sempat ditolak oleh beberapa universitas lain sebelum akhirnya diterima di UGM. Rasa kecewa sempat membuatnya kehilangan semangat. Namun, dukungan dari orang tua dan dorongan untuk mengubah nasib membuat Devita bangkit dan terus mencoba.
Sejak bersekolah di MAN 2 Sleman, Devita mulai menunjukkan potensinya. Aktif di ekstrakurikuler riset dan organisasi Rohis, ia memanfaatkan setiap peluang untuk berkembang, baik secara akademik maupun non-akademik.
2. Prestasi nasional dan internasional jadi modal utama

Segudang prestasi berhasil ia ukir di tingkat nasional hingga internasional. Di antaranya adalah medali Perak pada International Science and Invention Fair (ISIF) 2022, Medali Emas dalam Pelatihan Proposal FIKSI 2024, serta finalis lomba riset dan videografi bertaraf nasional.
Meskipun tak semua lomba dimenangkan, Devita menganggap setiap kegagalan sebagai pengalaman berharga. “Kalau saya mau nyerah, saya selalu ingat ada orang yang pengen saya selalu berhasil, pengen hidup saya lebih baik dari mereka, demi masa depan saya sendiri. Itu yang jadi tamparan buat saya kalau saya mau nyerah,” ucapnya sambil menahan haru, Sabtu (2/7/2025) dilansir laman UGM.
3. Orangtua sebagai kekuatan utama

Kedua orangtua Devita, Rejono dan Surati, bukan lulusan pendidikan tinggi. Ayahnya bekerja sebagai sopir truk pasir, sementara sang ibu menjadi penjahit rumahan. Namun keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk selalu mendorong Devita meraih pendidikan setinggi mungkin.
“Ibu saya ikut kursus menjahit agar tetap bisa produktif di rumah. Ayah saya mengangkut pasir dari Kali Gendol tiap hari. Tapi mereka tidak pernah lelah memberi saya motivasi,” kenang Devita.
Kini, Devita resmi menjadi mahasiswa UGM, membawa serta harapan dan kebanggaan seluruh keluarganya. Bagi mereka, pencapaian ini lebih dari sekadar capaian akademik, melainkan simbol dari harapan akan masa depan yang lebih cerah.