Sejarah Kaliurang, Wisata Tersohor Bermula dari Pesanggrahan Pangeran

- Kaliurang adalah wilayah sejuk, rimbun, dan kaya akan tempat wisata alam yang syahdu
- Pangeran Adipati Mangkubumi mendirikan pesanggrahan di Kaliurang pada 1885
- Kaliurang memiliki beberapa villa yang menjadi cagar budaya, seperti Hotel Leh Meyer dan Wisma Gadjah Mada
Punya suasana yang berbeda dari daerah di Yogyakarta lainnya, Kaliurang tampil sebagai sebuah wilayah yang sejuk, rimbun, dan kaya akan tempat wisata alam yang syahdu. Gak heran kalau di daerah ini berdiri banyak vila, homestay, sampai dengan tempat perkemahan yang kerap dimanfaatkan pelajar sampai karyawan untuk kegiatan keakraban. Ibaratnya, Kaliurang adalah tempat terbaik untuk mencari keheningan.
Namun, tahukah kamu kalau Kaliurang memiliki sejarah yang panjang sebagai tempat wisata dan peristirahatan bahkan sejak zaman penjajahan? Supaya gak penasaran, yuk, simak ulasannya berikut ini!
1. Berawal dari Pangeran Adipati Mangkubumi yang punya pesanggrahan dekat Tlogo Putri

Ada banyak perkampung yang berdiri di kawasan Kaliurang. Namun di Padukuhan Kaliurang Barat dan Kaliurang Timur, tepatnya di Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, berdiri banyak cagar budaya yang sampai saat ini dilindungi. Hal ini berawal dari kawasan tersebut dijadikan pertanian indigo atau tanaman yang menghasilkan pewarna alami di mana saat itu, banyak digunakan untuk mewarnai batik.
Dilansir dari laman ullensentalu.com, Kaliurang mulai difokuskan sebagai tempat wisata sejak awal abad ke-19, tepatnya 1885 di mana Pangeran Adipati Mangkubumi sebagai 'pemegang' daerah Pakem mendirikan sebuah pesanggrahan yang lokasinya tidak jauh dari Tlogo Putri. Ketika itu, banyak yang mampir dan beristirahat di sana, seperti keluarga bangsawan hingga Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang tak lain adalah saudara seibu dari Pangeran Adipati Mangkubumi.
Sayangnya, pesanggrahan tersebut tak lagi ada jejaknya. Malah bekasnya beralih menjadi lahan parkir kendaraan.
2. Kaliurang mulai dibuka rute untuk bus hingga punya fasilitas wisata lengkap

Kaliurang kian tersohor sebagai tempat istirahat yang menjanjikan. Kisaran tahun 1920-an terutama setelah ditutupnya perkebunan nila di pakem, vila dan penginapan kian tumbuh subur. Keluarga kaya dari Kota Yogyakarta berlomba-lomba membangun vilanya masing-masing.
Tak asal-asalan, dilansir laman ullensentalu.com, Residen Jonquiere menetapkan beberapa petak lahan di Kaliurang sebagai tanah bebas atau vrijdomein untuk pembangunan lebih lanjut. Ia pun meminta Jawatan Penyelidikan Bagian Vulkanologi guna menyelidiki potensi bencana erupsi Merapi untuk memastikan keamanan wilayah Kaliurang. Bahkan, Pemerintah Kolonial Belanda melalui Dienst Sultanaatweken memperbaiki jalan menuju Kaliurang pada 1923 sebagai pendukungnya.
Fasilitas Kaliurang semakin bertambah. Di tahun yang sama, layanan bus dari Yogyakarta ke Kaliurang juga dibuka. Gongnya, Kaliurang kian mentereng karena adanya taman, kolam renang, tenisbaan atau lapangan tenis dan bangunan hotel sebagai fasilitas wisata, seperti dilansir Jogjacagar.
3. Daftar villa yang kini jadi cagar budaya di Kaliurang

Meski banyak hotel atau vila di Kaliurang yang ditinggalkan bahkan diratakan tak bersisa, tapi tetap ada beberapa yang masih utuh dan menjadi cagar budaya. Berikut beberapa daftarnya yang dilansir dari laman Jogjacagar:
Awalnya merupakan Hotel Leh Meyer yang memiliki arsitektur indis dengan 6 unit bangunan dibangun pada 1931. Hotel ini pernah menjadi titik pusat jaringan listrik untuk kawasan Kaliurang serta pernah menjadi fasilitas pengelola tagihan dan pembayaran listrik dan layanan pos untuk wilayah Kaliurang. Dari situ, bangunan ini menjadi tempat penyelenggaraan peristiwa Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) pada 13 Januari 1948.
Bangunan Cagar Budaya Hostel Vogels dulunya adalah vila pribadi milik penduduk Eropa di Yogyakarta, yang beralih kepemilikan kepada Patih Danurejo VII, lalu berganti dimiliki dr. Soekiman Wirjosandjojo (Perdana Menteri Indonesia yang keenam). Vila ini sempat dipinjamkan kepada AURI sebagai klinik dan tempat peristirahatan perwira AURI sampai 1980. Nah, saat ini bangunannya dimiliki oleh perorangan dan digunakan sebagai hostel dan restoran dengan tetap mempertahankan komponen lantern pada atap, langgam Art Deco, serta tata ruang Indische Wohnhuis sebagai bangunan hunian masa kolonial akhir (Indis).
Wisma Merapi Indah I adalah bangunan dengan gaya arsitektur kolonial yang khas dengan perapian dan cerobong asapnya. Tak sampai di situ, seluruh permukaan dindingnya menggunakan tatanan batu kali (batu andesit) dan terdiri dari atas satu bangunan induk dan dua garasi. Bangunan ini adalah tempat menginap Presiden Sukarno saat mengikuti Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) pada 1948.
Selanjutnya ada Bangunan Cagar Budaya Pesanggrahan Ngeksiganda yang diketahui milik Kasultanan Yogyakarta. Selain berfungsi sebagai tempat peristirahatan keluarga Kasultanan Yogyakarta, tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN). Pesanggrahan ini terdiri atas enam buah bangunan, yaitu bangunan induk, kamar-kamar untuk abdi dalem, gedung keputren, gedung telepon, gedung gongso, dan fasilitas tempat unit generator pembangkit listrik atau yang disebut Gedung Diesel.
Bangunan Cagar Budaya Pesanggrahan Hargopeni didirikan tahun 1927 oleh Paku Alam VII dan milik Kadipaten Pakualaman. Masa itu, tempatnya difungsikan sebagai tempat peristirahatan keluarga Paku Alam. Kemudian tahun 1948, pernah menjadi fasilitas menginap delegasi perundingan Komisi Tiga Negara (KTN). Untuk gaya arsitekturnya, bangunan ini mengusung New Indies Style (Gaya Indis Baru) yang terdiri dari bangunan utama, garasi, dan bangunan penyerta untuk abdi dalem yang dihubungkan dengan selasar.
Bangunan Cagar Budaya Wisma Gadjah Mada juga dijuluki dengan Loji Cengger oleh masyaralat didirikan tahun 1919. Pada 1948, pernah digunakan sebagai tempat penginapan bagi delegasi perundingan Komisi Tiga Negara (KTN). Lalu pada 1965 digunakan untuk tempat menginap tamu-tamu Universitas Gadjah Mada hingga mengalami beberapa rehabilitasi, tanpa mengubah bentuk luar bangunannya. Uniknya, bangunan ini mengadopsi bentuk atap bagonjong yang tak lain adalah komponen khas dari rumah tradisional Minangkabau.
Kaliurang tidak serta merta menjelma menjadi kawasan wisata yang terkenal seperti sekarang. Ternyata, tempat ini menyimpan sejarah panjang yang sebagian bekasnya sudah tergerus zaman.