Pakar UGM Ungkap Tantangan Terbesar Transisi Energi di RI

- Tantangan terbesar transisi energi Indonesia adalah meningkatkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil.
- Pemerintah RI telah membuat target 23 persen energi baru terbarukan (EBT) dalam kebijakan nasional, namun tantangan terbesar justru terletak pada sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat.
- Diperlukan pendekatan komprehensif, infrastruktur, kebijakan yang mendukung, serta dukungan dari berbagai pihak untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan.
Sleman, IDN Times - Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (DTETI FT UGM) sekaligus pakar energi, Tumiran, mengungkap tantangan terbesar Pemerintah Indonesia dalam upayanya memenuhi transisi energi.
Indonesia sendiri telah berkomitmen menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 31,89 persen sampai 43,2 persen dengan bantuan internasional pada 2030 mendatang. Kebijakan transisi energi yang diterapkan kini harapannya mampu mendorong peningkatan pemanfaatan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT), sekaligus mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil secara bertahap.
1. Kemampuan ekonomi masyarakat menanggung biaya EBT

Tumiran mengakui Pemerintah RI telah membuat target 23 persen energi baru terbarukan (EBT) dalam kebijakan nasional. Kendati demikian, lanjut dia, pemerintah harus menyadari bahwa tantangan terbesar justru terletak pada sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat dalam menanggung biaya energi terbarukan itu.
"Transisi energi bukan hanya soal mengurangi impor BBM dan LPG, tetapi juga mencapai swasembada energi nasional yang akan membangun ketahanan energi," kata Tumiran dikutip dari situs resmi UGM, Selasa (12/11/2024).
2. Jangan cuma andalkan regulasi

Tumiran menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif untuk mengembangkan industri energi terbarukan di Tanah Air, menimbang potensi besar energi matahari, angin, serta geotermal yang dimiliki Tanah Air.
Kata Tumiran, bagaimanapun tetap diperlukan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung. "Bukan sekadar mengandalkan regulasi," sambung dia menegaskan.
3. Ciptakan pasar energi terbarukan

Lebih jauh, Tumiran mengingatkan bahwa transisi energi yang efektif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi. Tujuan dari langkah ini adalah menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut Tumiran, dengan potensi pasar dalam negeri yang besar, Indonesia harapannya mampu memanfaatkan transisi energi ini guna membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing di kancah internasional. Sekaligus, mendukung capaian pembangunan berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.