Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Forum Cik Di Tiro Ingatkan Dosa Jokowi Tuntut Pengadilan Publik

Forum Cik Di Tiro saat konferensi pers di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM), Rabu (8/1/2025). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Intinya sih...
  • Forum Cik Di Tiro menilai dosa Presiden Jokowi terhadap bangsa dan demokrasi tak bisa dilupakan
  • Inisiator forum, Prof. Masduki, mengatakan pemilihan umum tampak gembira tapi dikontrol kekuatan eksternal politik
  • Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran selama lima tahun terakhir, dengan upaya melupakan dosa-dosa pemimpin politik sebelumnya

Sleman, IDN Times - Forum Cik Di Tiro menilai dosa Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo terhadap bangsa, terhadap demokrasi tidak bisa dilupakan. Perlu adanya penyadaran masyarakat dan pengadilan publik terhadap Jokowi.

Inisiator Forum Cik Di Tiro, Prof. Masduki mengatakan semasa pemerintahan Jokowi masyarakat menyaksikan Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai pesta demokrasi tampak gembira, tapi substansi Pemilu dikontrol kekuatan eksternal politik. 

“Filsuf Prancis, Paul Ricoeur itu ada namanya situasi political paradoks. Seakan-akan kita menyaksikan satu proses pemilihan yang berjalan begitu rupa massal, gembira, tapi substansi Pemilu dikontrol kekuatan-kekuatan eksternal politik. Yang kemudian kita lihat hasilnya paradoks mengglorifikasi demokrasi elektoral, tapi hasilnya oligarki dan dinasti politik,” ujar Prof. Masduki, saat konferensi pers Catatan Akhir Tahun 2024 dan Pernyataan Awal Tahun 2025 Forum Cik Di Tiro: Menolak Lupa Dosa Jokowi dan Mewaspadai Prabowo, di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (PSPK UGM), Rabu (8/1/2025).

1. Ada upaya melupakan dosa Jokowi

Inisiator Forum Cik Di Tiro, Prof. Masduki. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengatakan, selama ini ada jargon Indonesia sebagai negara demokrasi, dikonstruksi dengan trias politika, tapi hasilnya justru sebaliknya. Lima tahun terakhir dinilainya demokrasi mengalami kemunduran.

“Paling mengerikan ada upaya political forgotten, ada upaya penguasa politik sekarang secara sistematis membawa masyatakat Indonesia melupakan dosa-dosa pemimpin politik sebelumnya. Padahal harusnya ada upaya penciptaan penyadaran, tidak melupakan dosa-dosa yang dilakukan Jokowi,” ujar Prof. Masduki.

Korupsi yang terjadi semasa pemerintahan Jokowi yang menyebabkan kerugian negara secara politik, dan sosial. “Itu paling dahsyat, lebih dahsyat dari Orde Baru,” ujar Masduki.
 
Secara nyata korupsi itu dilakukan dengan pelemahan lembaga-lembaga negara untuk tujuan pribadi. “Jadi, sebetulnya korupsi politik kan begitu. Jadi, menggunakan kekuasaan, lalu melumpuhkan institusi kenegaraan untuk kepentingan pribadi, dalam hal ini politik dinasti,” tegas Masduki. 

2. Kebebasan berekspresi yang rendah

Ilustrasi Kebebasan Bersuara (IDN Times/Arief Rahmat)

Masduki mengatakan selain upaya mengontrol lembaga publik, di masa pemerintahan Jokowi kebebasan berekspresi masyarakat sangat rendah. Salah satu contoh adalah pembredelan terhadap seniman Yos Suprapto dengan karyanya mencoba mengkritik Jokowi. 

“Salah satu upaya seniman untuk menjaga agar memori publik tetap tidak lupa, bahwa ada kejahatan-kejahatan politik, tapi itu kan mengalami tekanan, apa pun alasannya. Nah aneh itu padahal di Galeri Nasional,” ujarnya.

3. Dorong pengadilan publik

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto meninjau Dapur Satuan Pelayanan Makan Bergizi Badan Gizi Nasional, di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/10/2024). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Prof. Masduki menilai pemerintahan Prabowo tersandera oleh jasa Jokowi, dan lebih fokus pada pembangunan proyek seperti makan bergizi gratis, serta pembangunan infrastruktur yang berlanjut.

Pengadilan publik merupakan salah satu rekomendasi Forum Cik Di Tiro dalam, Masduki menyatakan pengadilan publik itu harus mendapatkan asupan, baik dari masyarakat sipil, maupun kekuatan partai.

“Maka yang dibutuhkan sekarang adalah pengadilan publik, baik dari masyarakat sipil, maupun dari kekuatan partai yang masih waras," ungkapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us