Puncak Saparan Wonolelo: 1,5 Ton Apem Ludes Dibagikan
Apa makna di balik kue apem?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Rangkaian upacara adat Saparan Wonolelo ke-55 telah mencapai acara puncaknya pada Jumat (09/09/2022) ditandai dengan kirab benda pusaka Ki Ageng Wonolelo dan pembagian apem kepada warga yang memadati padukuhan di kapanewon Ngemplak.
Selama dua minggu, mulai 26 Agustus hingga 10 September 2022, Saparan Wonolelo kembali digelar meriah setelah dua tahun vakum akibat COVID-19. Selain pengajian, Saparan Wonolelo diramaikan dengan pertunjukan jatilan, campursari hingga dangdut. Serta pasar malam selama dua minggu.
Baca Juga: 2 Tahun Vakum, Saparan Wonolelo Kembali Digelar Meriah
1. Norma dan nilai budaya adalah identitas warga DI Yogyakarta
Saparan adalah tradisi adat untuk menyambut bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, sekaligus penghormatan masyarakat setempat terhadap para leluhur khususnya Ki Ageng Wonolelo yang dianggap berjasa dalam menanamkan ilmu agama, norma, dan nilai budaya pada masyarakat setempat.
"Beliau adalah tokoh yang telah berjasa menanamkan norma dan nilai budaya pada masyarakat. Inilah yang harus kita pelihara agar menjadi identitas warga Daerah Istimewa Yogyakarta," ujar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara yang menghadiri kirab.
Menurut menantu dari Sultan Hamengkubuwono X itu, tradisi seperti ini selalu mengandung maksud untuk penghormatan, pemujaan dan penolak bala. "Setiap upacara adat pasti terkandung niat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keselamatan merupakan kata kunci," kata KPH Yudanegara.
Dia juga mengaku kagum atas ditetapkannya Saparan Wonolelo sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kemendikbud. Serta berharap tradisi ini makin berkembang hingga dirasakan efek ekonominya bagi masyarakat sekitar.