TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sidang Daring di Kala Pandemi: Menguras Pikiran, Waktu, dan Emosi (2)

Akhirnya pelanggaran tata tertib sidang dimaklumi

Ilustrasi persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo (Dokumentasi PN Wates)

Kulon Progo, IDN Times – Meski persidangan, khususnya pidana umum selama pandemi COVID-19 tetap digelar secara daring, bagi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Wates, Kabupaten Kulon Progo, Husnul Khotimah, tetap berasa beda. Marwah persidangan tak terasa lewat tatapan layar.

“Aura beda. Biasanya ketemu langsung, tahu emosional orang. Ini yang dipandang kan layar,” kata Husnul saat dihubungi IDN Times, 10 April 2020.

Mungkin, lanjut Husnul, hanya soal kebiasaan. Biasanya yang dipandang orang, kini hanya menatap layar. Bagaimana pun sidang pidana umum dengan masa tahanan terdakwa menjelang habis diprioritaskan segera digelar. Dan rupa-rupa persoalan yang lucu dan menjengkelkan muncul di persidangan yang mestinya berlangsung khidmat dan terhormat itu.

“Cukup menguras pikiran, waktu, dan emosi,” cerita Husnul.

Baca Juga: Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)

1. Sidang pidana umum digelar jarak jauh tanpa pengunjung

Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Majelis hakim memasuki ruang sidang dengan jubah toga lengkap. Di hadapan layar lebar, ketua majelis hakim menyatakan sidang terbuka untuk umum. Tapi publik yang mengikuti jalannya persidangan tak ada yang benar-benar datang.

“Bukan dilarang. Tapi ketika saksi dan terdakwa tak datang (secara fisik ke ruang sidang), pengunjung juga tak datang,” kata hakim PN Wates, Wanda Andriyenni.

Lantaran pengunjung persidangan pidana umum notabene adalah keluarga dari pihak saksi atau pun terdakwa.

Dalam persidangan jarak jauh, terdakwa melakukan teleconference di ruang yang disediakan rumah tahanan (rutan). Jaksa penuntut umum berada di ruang Kantor Kejaksaan Negeri. Sementara saksi diberi pilihan: di kejaksaan atau di rumah. Pun pengacara: di rumah, di kantor pengacara atau di rutan. Dan untuk menghindari kerumunan selama physical distancing, baik saksi maupun pengacara biasanya memilih bersidang dari rumah.

2. Saksi bersumpah dari jarak jauh dimaklumi

Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Menjelang para saksi menyampaikan kesaksiannya, mereka disumpah menurut kepercayaan masing-masing. Biasanya, mereka diminta berdiri menghadap majelis hakim dengan kitab suci diletakkan di atas kepalanya oleh rohaniwan. Terus bagaimana kalau sidang jarak jauh?

Jika saksi mau mengikuti persidangan di kantor kejaksaan, sumpah jarak jauh tak akan jadi kendala. Pihak kejaksaan akan menyediakan rohaniawan. Ketika saksi memilih bersidang di rumah, lain lagi masalahnya. Rohaniawan di pengadilan akan mengangkat kitab suci dari jarak jauh dan saksi pun mengucap sumpah jarak jauh pula. Jika pun pihak saksi menyediakan orang yang mengangkat kitab suci belum tentu juga orang tersebut adalah rohaniwan. Sah?

“Ya mau gimana lagi? Sidang harus jalan. Masa tahanan (terdakwa) mau selesai,” kata Husnul.

Keharusan pengacara untuk bertoga ketika bersidang pun acapkali dilanggar. Semisal jubah toganya tertinggal di kantor pengacara. Mau diambil, kantornya tutup. Jalan tengah pun diambil. Majelis hakim meminta pengacara tersebut mengenakan jas.

“Masak gara-gara gak pakai toga sidang enggak jalan?” kata Husnul.

Akhirnya yang dibutuhkan dalam persidangan jarak jauh adalah permakluman.

“Seperti orang Indonesia umumnya, jadi permakluman. Sudahlah gak pakai toga, sudahlah disumpah jarak jauh,” kata Husnul.

3. Sulit mengontrol perilaku saksi selama persidangan jarak jauh

Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Banyak masalah yang muncul ketika saksi memilih bersidang dari rumah. Tak semua saksi melek teknologi. Kebanyakan mereka hanya paham aplikasi video call dari WhatsApp. Ketika menggunakan aplikasi Zoom Meeting butuh waktu lebih untuk menyiapkan. Majelis hakim membantu untuk memandu.

“Ini mestinya sudah selesai, jika saksi mau bersaksi di kejaksaan,” kata Husnul.

Itu pun tak bisa dipaksakan. Mengingat aturan physical distancing dan imbauan untuk di rumah saja selama pandemi COVID-19 mesti dipatuhi juga.

Belum lagi, hakim PN Wates, Wanda Andriyenni mengimbuhkan, persidangan jarak jauh sulit mengontrol perilaku para saksi yang berada di rumah. Ada aturan tata tertib persidangan yang harus diterapkan saksi. Mulai dari pakaian yang dikenakan mesti rapi dan berkemeja, mengenakan alas kaki, posisi duduk pun diatur agar tetap sopan. Sedangkan di rumah?

“Ada yang sandaran di tempat tidur di kamar. Ada yang ninggalin sidang ke kamar mandi. Ada yang anaknya tiba-tiba muncul di belakangnya,” papar Wanda.

Belum lagi pakaian yang dikenakan pun seadanya. Mengenakan kaos seadanya, daster, sambil menggendong anak. Ekspresi wajahnya pun tak menunjukkan keseriusan tengah bersidang.

“Seperti sedang video call biasa. Padahal kami di ruang sidang serius, formal, dan rapi pakai toga,” kata Wanda yang bertugas di PN Wates sejak 2016 lalu.

Majelis hakim tetap memberikan teguran. Namun acapkali pula teguran itu tak diindahkan. Menurut Wanda, kondisi itu terjadi karena tidak ada komunikasi sebelumnya antara para saksi dengan jaksa penuntut umum atau pun pengacara yang menghadirkan mengenai tata tertib sidang.

“Ternyata antarmereka tak ada koordinasi apa-apa,” kata Wanda.

Berbeda dengan terdakwa yang bersidang dari rutan. Lantaran mereka ditahan, koordinasi dengan petugas rutan lebih mudah. Mereka tetap bersidang dengan berkemeja putih panjang dan berlaku sopan di dalam ruangan sidang yang disediakan.

Baca Juga: Kisah Kru Hercules Pengangkut Alkes: Memupus Was-was ke Tiongkok (1)

Berita Terkini Lainnya