Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)

Pakai masker, sarung tangan, dan berbekal hand sanitizer

Kulon Progo, IDN Times – Kebijakan physical distancing selama pandemi COVID-19 mau tak mau berdampak pada kegiatan yang sering mengundang kerumunan. Tak terkecuali aktivitas persidangan di gedung-gedung pengadilan, termasuk Pengadilan Negeri Wates, Kabupaten Kulon Progo. Persidangan bukan ditiadakan. Tapi dirancang tanpa menghadirkan banyak orang. Cukup lewat e-court dengan teknologi teleconference.

Kursi terdakwa dan para saksi, termasuk kursi-kursi jaksa penuntut umum dan kuasa hukum dibiarkan melompong. Berganti layar lebar berisi sejumlah panel bergambar wajah-wajah mereka. Sementara tiga hakim bertoga tetap duduk satu deret di belakang meja bertaplak hijau. Satu sama lain bergantian menelisik perkara dari mulut terdakwa maupun saksi mata di depan layar. Di belakang, panitera pengganti sibuk mencatat. Tanpa pengunjung di bangku-bangku panjang.

“Awalnya gak ada aturan hukum sidang boleh digelar jarak jauh. Sejak ada SEMA, akhirnya memperbolehkan teleconference,” kata Wakil PN Wates, Husnul Khotimah saat dihubungi IDN Times, 10 April 2020 lalu.

MA telah mengabarkan lewat Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Persidangan Selama Masa Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawah. Semula persidangan jarak jauh diberlakukan hingga 30 Maret 2020. Perpanjangan masa tanggap darurat oleh pemerintah membuat MA ikut memperpanjang waktu hingga 29 April 2020.

Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM turut membuat aturan yang sama untuk lembaga yang diampunya masing-masing.

Baca Juga: Kisah Kru Hercules Pengangkut Alkes: Memupus Was-was ke Tiongkok (1)

1. Hanya familier dengan aplikasi Zoom Meeting

Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Dari empat ruang sidang di sana, hanya dua ruang sidang yang dilengkapi dengan teknologi teleconference. Layar lebar, proyektor, laptop, juga koneksi internet yang memadai. Petugas operator disiagakan tiap kali persidangan digelar.

Persoalannya, ketersediaan dua ruang sidang teleconference tak didukung dengan kesiapan teknologi di lembaga terkait. Rutan dan Kejaksaan Negeri Wates hanya menyediakan satu ruang saja karena kemampuan sarana prasarana teknologi terbatas. Mau tak mau, dua persidangan yang mestinya bisa digelar bersama, terpaksa harus digelar satu per satu. Menunggu satu persidangan usai untuk dilanjut persidangan lain.

Teknologi komunikasi jarak jauh yang dipilih adalah aplikasi Zoom Meeting yang dinilai familier. Persoalannya, jika aplikasi Zoom yang digunakan bukan premium, maka harus dilakukan restart ulang tiap 40 menit sekali. Sidang pun acapkali tertunda tiap 40 menit sekali. Sempat ada usulan persidangan jarak jauh dengan menggunakan video call lewat WhatsApp.

“Tapi kan hanya bisa untuk empat orang,” kata Husnul.

Minimal ada lima pihak yang bisa terkoneksi bersama, yaitu hakim, terdakwa, saksi, jaksa, dan pengacara. Belum lagi apabila jaringan internet terganggu. Mengingat sejumlah instansi banyak mengandalkan jaringan wifi ketimbang LAN.

“Ini saja di Jawa ya. Bagaimana kalau di luar Jawa yang listrik tiba-tiba mati, jaringan internet susah? Bagaimana bisa teleconference?” tanya mantan Ketua PN Wonosari, Kabupaten Gunungkidul itu.

2. Mendahulukan sidang pidana umum dengan masa tahanan terdakwa yang hampir habis

Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Berbeda dengan Pengadilan Agama (PA) yang menutup pendaftaran persidangan hingga masa tanggap darurat usai. Peradilan umum untuk kasus-kasus pidana dan perdata tetap digelar. Dalam sebulan ada 5-10 persidangan yang mesti digelar dengan sekitar 5 permohonan baru. Hanya saja, tetap ada pemilahan kasus yang didahulukan.

“Kasus-kasus anak, perempuan, dan difabel tetap didahulukan,” kata Husnul.

Sementara untuk kasus-kasus pidana umum dengan masa tahanan terdakwa masih 90 hari ke depan disarankan untuk ditunda. Lebih diutamakan kasus-kasus pidana dengan masa tahanan terdakwa yang mendekati usai.

“Kalau sidang ditunda dan masa tahanan lewat, terdakwa bisa bebas,” imbuh hakim PN Wates, Wanda Andriyenni.

Begitu juga persidangan kasus-kasus privat, yaitu perdata dibuat lebih longgar. Bagi perkara gugatan sederhana yang bisa diselesaikan dalam waktu 25 hari dapat diperpanjang. Itu pun harus berdasarkan kesepakatan para pihak, yaitu penggugat dan tergugat.

“Kalau para pihak tak mau (ditunda), ya tetap kami sidangkan,” kata Wanda, pindahan dari PN Pelalawan, Riau pada 2016 lalu.

3. Hakim mengenakan masker dan sarung tangan

Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)Persidangan jarak jauh di PN Wates, Kulon Progo. Dokumentasi PN Wates

Meski tak dihadiri para pihak secara tatap muka, majelis hakim maupun petugas yang berada di ruang sidang tetap harus mematuhi protokol pencegahan penularan COVID-19. Saling menjaga jarak antar kursi-kursi persidangan, mengenakan masker, dan menyediakan hand sanitizer. Meski ada juga yang enggan mengenakan masker ketika bersidang.

“Kalau periksa berkas harus pakai sarung tangan sintetis,” kata Wanda.

Aturan yang sama juga diterapkan kepada panitera pengganti maupun operator teleconference.

Upaya untuk steril dari virus corona juga diterapkan sejak akan masuk ke dalam gedung pengadilan. Siapapun diharuskan mencuci tangan dengan sabun yang telah disediakan di depan gedung.

“Hanya pengukur suhu infrared-nya yang gak ada. Kami cari ke mana-mana sudah habis,” kata Wanda. 

Baca Juga: Sidang Daring di Kala Pandemi: Menguras Pikiran, Waktu, dan Emosi (2)

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya