TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Meski Kurang Aman, Masker Kain Jadi Andalan Cegah Penularan COVID-19

Dicuci bersih dengan deterjen dan tetap jaga jarak

Ilustrasi Masker (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Yogyakarta, IDN Times – Tanda-tanda kelangkaan masker di Yogyakarta mulai muncul pada akhir Januari. Puncaknya adalah saat pemerintah mengumumkan adanya kasus 01 dan 02 positif COVID-19.

Hampir disemua apotik, tulisan masker habis ditempel di pintu depan. Jika beruntung, harga masker telah naik lebih dari 500 persen. Selembar masker yang semula hanya dihargai Rp2.000 dijual Rp10 ribu. 

Jurnalis Krisis dan Bencana Ahmad Arif, di akun twitternya @aik_arif teertanggal 3 April menuliskan pemerintah wajib mengatur ketersediaan masker kesehatan. 

“Idealnya, pemerintah mengatur ketersediaan masker kesehatan. Bukan diserahkan ke pasar. Pasti ada penimbun. Jika negara tak mampu melakukan, masyarakat bisa membuat sendiri. Seperti yang dilakukan sejumlah komunitas,” imbuh Arif.

Bagaimana publik bisa menerapkan #MaskerUntukSemua jika untuk mendapatkan masker yang aman sulit?

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto dalam siaran persnya yang diterima IDN Times, Minggu (5/4), menuliskan masyarakat bisa menggunakan masker kain yang bisa dicuci ulang. Pengunaan masker bedah dan N95 hanya ditujukan untuk petugas medis. 

Lantas seperti apa keamanan masker kain yang digunakan sebagai pelindung dari virus SARS-Cov2 ini?

Baca Juga: Masker Dulu Dilarang sekarang Diharuskan, Mengapa Aturan Diubah? 

1. Masyarakat pun bisa membuat masker kain sendiri

Pekerja memproduksi masker di Kampung Cibangkur, Lebak, Banten, Senin (6/4/2020). Tingginya permintaan masker membuat penjahit konveksi di daerah tersebut dapat memproduksi 500-1000 lembar masker kain per hari dengan harga Rp5.000 per lembarnya, dan dipasarkan ke sejumlah kota seperti Serang, Cilegon, Tangerang, dan Jakarta (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Sebelum pemerintah mengharuskan penggunaan masker, sejumlah komunitas dan lembaga swadaya masyarakat maupun personal yang bergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim) di Yogyakarta menggalang dana untuk membeli bahan masker kain. Kain katun yang terkumpul dijahit sendiri dan dibantu para penjahit rumahan. 

“Kalau ikut pendapat dokter, masker kain bisa mencegah 70-an persen virus yang dibawa oleh carrier,” kata Koordinator Serikat Perempuan Kinasih, Sana Ullaili yang ikut bergabung dalam Jampiklim saat dihubungi IDN Times.

Penggunaan masker kain, menurut Sana adalah ikhtiar yang dapat dilakukan. "Biarlah masker yang berstandar kesehatan diprioritaskan untuk tenaga medis dan orang-orang yang rentan tertular. Yang penting, masker kain ini dicuci bersih tiap hari,” kata Sana.

Jampiklim mempunyai terget mengumpulkan seribu masker kain yang akan dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin kota, pekerja informal, termasuk juga ojek online, pedagang pasar.

Dalam survei yang dilakukan Charities Aid Foundation (CAF), prosentase kontribusi masyarakat sipil dalam melawan virus Corona, baik Indonesia maupun Australia adalah 59 persen. Menyusul New Zeland (58 persen), Amerika Serikat dan Irlandia (56 persen), Inggris (55 persen), serta Singapura dan Kenya (54 persen). 

“Kesadaran dan kontribusi masyarakat sipil kita cukup tinggi, sejajar dengan Australia,” ujar Sana. 

2. Masker kain mudah didapat, meski tak 100 persen aman

Pekerja menunjukkan masker kain produksi penjahit konveksi di Kampung Cibangkur, Lebak, Banten, Senin (6/4/2020). Tingginya permintaan masker membuat penjahit konveksi di daerah tersebut dapat memproduksi 500-1000 lembar masker kain per hari dengan harga Rp5.000 per lembarnya, dan dipasarkan ke sejumlah kota seperti Serang, Cilegon, Tangerang, dan Jakarta (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan dalam siaran pers yang diunggah Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Rabu (1/4) menjelaskan terdapat aneka jenis masker yang dijual di pasaran. Masker kain, masker bedah, masker N95, hingga masker yang menutup seluruh muka atau facepiece respirator.

Mneurut Erlina Burhan, meskipun masker kain diperbolehkan dipakai oleh publik tetapi tidak direkomendasikan dipakai tenaga medis.

“Tidak boleh digunakan tenag media, karena 40 hingga 90 persen partikel bisa menembus masker kain,” kata Erlina.

Masker kain pun dinilai tidak mampu melindungi aerosol atau partikel padat maupun airbone atau partikel yang ada di udara. Sedangkan masker bedah bisa mencegah partikel airbone ukuran 0,1 mikron dari 35-95 persen partikel. Jadi, ketika seseorang mengeluarkan droplet atau percikan dahak atau air liur ketika bersin atau batuk, jika ukuran dropletnya besar bisa dicegah percikannya dengan menggunakan masker kain. 

“Tapi kalau dropletnya kecil, gak bakalan bisa. Mengingat masker kain hanya efektif untuk menyaring partikel yang ukurannya 3 mikron dari 10-60 persen partikel," ujar Erlina.

Baca Juga: Jubir Pemerintah: Kami Harap Media Beri Informasi Masker untuk Semua

Berita Terkini Lainnya