Masker Dulu Dilarang sekarang Diharuskan, Mengapa Aturan Diubah? 

Di Ceko, masker menekan penularan menjadi 6 persen per hari

Yogyakarta, IDN Times – Pada 22 Februari lalu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sardjito menyanggah informasi bohong alias hoaks tentang dua orang perawatnya terkena corona. Saat itu, virus dari Wuhan, Tiongkok masih disebut Corona. 

Lantaran hoaks telah beredar, banyak pasien yang datang berobat mengenakan masker. Sejumlah wartawan yang meliput pun melakukan hal yang sama.

“Masker hanya untuk orang yang sakit,” demikian Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Sardjito Banu Hermawan menyampaikan teguran. Hal yang sama juga disampaikan para dokter yang menjadi narasumber konferensi pers saat meluruskan informasi yangtidak mendasar tersebut.Imbauan tersebut disampaikan berdasarkan kebijakan pemerintah atas rekomendasi WHO, yang menyatakan masker hanya untuk orang yang sakit.

Dua bulan kemudian, kampanye itu direvisi. Pada 5 April 2020, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto menyatakan seluruh masyarakat yang terpaksa beraktivitas di luar rumah harus mengenakan masker. Seruan tersebut tak hanya bagi yang sakit maupun tenaga medis. Keharusan itu juga berdasarkan rekomendasi dari WHO.

Melalui siaran pers BNPB yang diterima IDN Times, Yuri menyatakan penggunaan masker bagi semua warga yang beraktivitas di luar rumah.

“Mulai hari 5 April kita jalankan #MaskerUntukSemua. Semua harus pakai masker ketika berkegiatan di luar rumah." 

Mengapa peraturan pemakaian masker diubah? 

Baca Juga: Meski Kurang Aman, Masker Kain Jadi Andalan Cegah Penularan COVID-19

1. Yang sehat tetap pakai masker ketika keluar rumah

Masker Dulu Dilarang sekarang Diharuskan, Mengapa Aturan Diubah? IDN Times/Debbie Sutrisno

Keharusan penggunaan masker menurut Yuri untuk menekan penularan virus Corona. Hal ini dilakukan mengingat tak pernah ada yang tahu ada siapa pembawa virus tersebut. Bahkan saat ini terdapat orang tanpa gejala (OTG) yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit.

Begitu pun tak tahu ada orang pembawa virus, sehingga bisa menularkan kepada orang-orang yang rentan tertular, seperti lanjut usia, dan orang yang punya riwayat penyakit tertentu.

“Jadi, mari saling mengingatkan kalau ada yang tidak pakai masker,” kata Yuri.

Bagi yang tidak mengenakan masker, ia meminta untuk menunda kepentingan ke luar rumah, maupun melakukan kontak sosial. 

Baca Juga: Sultan HB X: Hentikan Prasangka Buruk Tenaga Medis Tularkan COVID-19 

2. Percikan ludah dan dahak bisa melompat 6 hingga 8 meter

Masker Dulu Dilarang sekarang Diharuskan, Mengapa Aturan Diubah? IDN Times/Debbie Sutrisno

Koordinator Jurnalis Krisis dan Bencana, Ahmad Arif membagikan tulisan mengenai alasan WHO merevisi kebijakan penggunaan masker hanya untuk orang sakit.

Melalui Twitter @ @aik_arif yang diposting pada 3 April 2020. revisi WHO bermula dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan Lydia Bourouiba di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge. Penelitian  yang dipublikasikan di Journal of the American Medical Association pada 26 Maret 2020, Lydia Bourouibe menguji sejauh mana droplet dari orang yang batuk atau pun bersin bisa melompat. Melalui kamera berkecepatan tinggi yang dilengkapi dengan sejumlah sensor, ternyata batuk dapat menyemprotkan cairan hingga 6 meter dan bersin hingga 8 meter. Sementara jarak aman yang direkomendasikan WHO minimal hanya satu meter.

“Dalam ruangan tertutup, pemakaian masker akan mengurangi risiko karena cairan yang membawa virus bisa melayang di udara dalam rentang lebih jauh dari perkiraan sebelumnya,” tulis Bourouiba.

Artinya, tak hanya di ruang terbuka saja penggunaan masker menjadi keharusan, melainkan juga di ruang tertutup. Bahkan pejabat kesehatan di Cina, Hong Kong, Singapura, dan Jepang pun telah menyarankan penggunaan masker dalam situasi tertentu, yaitu di tempat ramai, padat, dan tertutup, seperti di dalam pesawat terbang.

Dan panel ahli WHO David Heyman, kepada BBC pada 2 April 2020 mengatakan, riset baru dari MIT dan lembaga lain akan jadi pertimbangan penting. Tak menutup kemungkinan pemakaian masker sama atau lebih efektif daripada menjaga jarak aman.

3. Pakai masker bisa menekan angka penularan COVID-19

Masker Dulu Dilarang sekarang Diharuskan, Mengapa Aturan Diubah? IDN Times/Debbie Sutrisno

Sebelumnya, epidemiolog dan ahli statistik di University of Oxford, Elaine Shuo Feng bersama tim, menerbitkan kajian di jurnal The Lancet pada 20 Maret 2020. Salah satu kajiannya menyebutkan, alasan yang mendorong otoritas kesehatan mencegah pemakaian masker bagi publik yang sehat adalah persediaan yang terbatas. Permintaan masker melonjak tinggi mengakibatkan tenaga medis dan petugas laboratorium yang bekerja dengan sampel virus kesulitan mendapatkan.

“Penggunaan masker efektif meredam penyebaran COVID-19 di sejumlah negara Asia, termasuk Cina, Singapura, dan Jepang,” kata Elaine Shuo Feng menyimpulkan.

Salah satu negara yang telah memberlakukan keharusan mengenakan masker adalah negara Ceko. Pemerintah Ceko merekomendasikan pemakaian masker sejak 18 Maret, hasilnya terjadi penurunan signifikan angka kasus infeksi COVID-19, yaitu dari 20 persen per hari menjadi 6 persen.

“Jadi masyarakat, khususnya di daerah yang jadi pusat wabah COVID-19, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Tangerang, dan Bekasi seharusnya  selalu memakai masker saat keluar dari rumah,” kata epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman. 

Baca Juga: Cegah COVID-19, Jokowi: Semua yang Keluar Rumah Harus Memakai Masker 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya