TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sengketa IMB GPdI Sedayu, Bupati Bantul Temui Pendeta Sitorus Hari Ini

Seperti apa duduk permasalahannya?

IDN Times/Forum Komunikasi Ormas Dan Relawan DIY

Bantul, IDN Times - Sengketa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel di Dusun Bandut Lor, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, menemui babak baru.

Bupati Bantul Suharsono dijadwalkan akan bertemu dengan Pendeta Tigor Yunus Sitorus selaku pengurus Gereja GPdi Immanuel Sedayu, di Ruang Kerja Bupati, Rabu (8/1) pukul 10.30 WIB. Pertemuan ini dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah pembatalan IMB gereja pada yang digugat oleh pengurus GPdI Sedayu pada Oktober 2019 lalu.

Seperti apa sebenarnya duduk permasalahan sengketa IMB gereja tersebut? Berikut rangkumannya.

Baca Juga: Izin IMB Gereja Sedayu Dicabut, Bupati Bantul Digugat

1. Keberadaan GPdI Sedayu ditolak warga, Pendeta Sitorus akui kantongi IMB

Surat IMB tempat ibadah yang dicabut bupati Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Masalah bermula ketika munculnya penolakan warga RT 34 Dusun Bandut Lor terhadap keberadaan GPdi Immanuel Sedayu. Warga menganggap Pendeta Sitorus telah melanggar kesepakatan yang dibuat pada 2003 di mana pemilik rumah setuju rumah yang dibangun hanya digunakan untuk tempat tinggal, tidak dijadikan tempat ibadah atau gereja.

"Pak Sitorus sudah ingkar janji karena justru membangun rumah namun dijadikan tempat ibadah atau gereja. Apalagi hampir mayoritas warga Dusun Bandut Lor beragama islam," tutur Harjono, salah satu warga kepada IDN Times, 8 Juli 2019 silam.

Sementara, Sitorus mengklaim telah memiliki IMB yang diterbitkan oleh pemda Bantul sejak Januari 2019 lalu.

"Saya mengurus IMB tempat ibadah pada tahun 2017 dan baru keluar Januari tahun 2019 yang lalu. Dan setelah IMB tempat ibadah keluar maka setiap minggu (bangunan itu) digunakan untuk tempat ibadat," ujarnya pada 8 Juli 2019.

Namun, Sitorus mengakui tak meminta tanda tangan warga saat mengajukan IMB, sebab menurutnya, dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bantul No 98 tahun 2016 tentang pendirian tempat ibadah, tidak diatur tentang adanya tanda tangan dari warga sekitar untuk mendirikan tempat ibadah.

2. Mediasi gagal menemui titik temu

Proses mediasi penolakan gereja di Sedayu. IDN Times/Daruwaskita

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, proses mediasi antara warga dan pengurus GPdI Immanuel Sedayu pun digelar pada 9 Juli 2019. Mediasi ini difasilitas Pemerintah Kecamatan Sedayu. Namun, mediasi ini menemui jalan buntu.

"Kedua belah pihak baik warga maupun Pak Pendeta Sitorus semuanya ngotot pada pendirian masing-masing sehingga tidak ada titik temu," kata Camat Sedayu Fauzan M ditemui di Kantor Kecamatan Sedayu pada waktu yang sama.

Menurut Fauzan, Sitorus memang mengantongi IMB rumah ibadah. Namun, diakuinya terjadi kesalahan administrasi dalam penerbitan IMB tersebut.

"Pak Sitorus mengurus IMB tempat ibadah dengan Perbup (Peraturan Bupati) khusus untuk pendirian IMB dan IMB akhirnya keluar. Namun Perbup itu hanya diperuntukkan untuk bangunan ibadah yang belum memiliki IMB sebelum bulan Maret tahun 2006 karena saat itu banyak tempat ibadah yang roboh akibat gempa sehingga dipermudah pembuatan izinnya. Ini mengacu pada Perbup No. 98 tahun 2016," ujarnya.‎

Karena mediasi tak menemukan titik temu, kasus ini kemudian diambil alih oleh Pemkab Bantul.

Baca Juga: Sudah Mengantongi IMB, Keberadaan Gereja di Bantul Ditolak Warga

Berita Terkini Lainnya