Wolbachia Turunkan Kasus DBD di Yogyakarta, Terendah selama 10 tahun
Diperlukan pemahaman melepaskan Wolbachia di masyarakat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Yogyakarta mengalami penurunan. Per Oktober 2023, terdapat 67 kejadian DBD di Kota Yogyakarta. Angka tersebut yang terendah selama sepuluh tahun terakhir, mengingat siklus 5 tahunan kejadian DBD Kota Yogyakarta terjadi di 2010, dan selanjutnya 2016.
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Lana Unwanah meyakini, selain upaya masyarakat dengan program pemberantasan sarang nyamuk, Wolbachia menjadi teknologi yang melengkapi usaha pengendalian DBD yang efektif menurunkan angka kasus.
Penurunan kasus yang signifikan ini, maka alokasi dana fogging hanya terealisasi sebagian kecil saja. Sepanjang 2023 ini, baru dilakukan sembilan kali fogging. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelum nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dilepaskan. Pada tahun 2016, fogging dilakukan sebanyak lebih dari 200 kali. Tahun 2017 fogging dilakukan lebih dari 50 kali. “Ada sejumlah anggaran yang signifikan yang bisa kami alokasikan ke penanganan penyakit lainnya,” jelas Lana.
Baca Juga: Pasien DBD Sleman Berkurang, Wolbachia Mampu Turunkan Kasus
1. Teknologi yang aman, namun perlu pemahaman di masyarakat
Peneliti Pendamping World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad mengatakan teknologi nyamuk ber-Wolbachia merupakan teknologi yang sangat potensial sebagai strategi pelengkap untuk pengendalian DBD. "Ini merupakan teknologi yang aman, dengan risiko implementasi yang sangat rendah (negligible). Ini merupakan hasil kajian analisis risiko yang dilakukan secara independen oleh sejumlah ahli dari berbagai bidang," kata Riris.
Hal tersebut yang selanjutnya menumbuhkan kepercayaan bagi para pemangku dan masyarakat Kota Yogyakarta untuk mengadopsi teknologi tersebut. Secara singkat, Riris menyatakan cara kerja Wolbachia di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. "Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat di sebagian besar serangga di dunia,” lanjut Riris.
Setelah diteliti, bakteri ini terbukti dapat menekan replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti.
Selain di laboratorium, peneliti juga berjuang keras di lapangan. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di habitat alaminya mutlak membutuhkan persetujuan masyarakat. Sosialisasi yang memadai tak hanya dilakukan di tengah masyarakat, namun juga mengajak para pemangku kepentingan untuk berkunjung ke laboratorium. “Ini bukan penelitian sembarangan. Kami jadi saksi kesungguhan penelitian ini di laboratorium,” jelas Totok Pratopo, tokoh masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Code.
Setelah yakin dengan penelitian ini, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Pamerti Code ini turut membantu para peneliti dalam meyakinkan masyarakat. Bagi Totok meyakinkan masyarakat di awal penuh tantangan. Lantaran selama ini masyarakat meyakini bahwa nyamuk penyebab DBD. “Ini mau berantas DBD malah dilepas nyamuk,” tiru Totok.
Pelan-pelan ia menjelaskan perihal metode ini dengan bahasa yang mudah dipahami. Belakangan masyarakat tak perlu diyakinkan lagi seiring turunnya kasus DBD di wilayahnya setelah pelepasan Wolbachia.