TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Digelar Akhir Juni, ARTJOG 2023 Pamerkan Karya 73 Seniman

Ada 22 seniman anak yang ikut serta, lho!

Konferensi pers ARTJOG 2023 saat konferensi pers di ARTOTEL Suites Bianti Yogyakarta, Kamis (22/6/2023). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Yogyakarta, IDN Times - ARTJOG 2023 akan kembali digelar di Jogja National Museum, Yogyakarta, pada 30 Juni–27 Agustus 2023. Mengusung tema 'Motif: Lamaran', pameran ini akan melibatkan puluhan seniman dewasa dan anak-anak.

Sebanyak 73 seniman yang menampilkan karyanya, terdiri dari 51 seniman dewasa dari jalur undangan dan panggilan terbuka, serta 22 seniman anak. Sementara, Tema 'Motif: Lamaran' dipilih sebagai landasan dalam merajut ide dan pola karya seniman sekaligus mengajak mereka untuk mengungkapkan gagasan dan motivasi di balik karya.

"ARTJOG tahun ini menghadirkan seniman yang tidak biasa di ARTJOG sebelumnya. Memang ada juga seniman yang langganan, yang sering di ARTJOG juga," ujar Founder ARTJOG, Heri Pemad, saat konferensi pers di ARTOTEL Suites Bianti Yogyakarta, Kamis (22/6/2023).

Tim kuratorial ARTJOG akan dipimpin oleh kolaborasi kurator dan seniman yaitu Hendro Wiyanto, kurator dan penulis berbasis di Jakarta, dan Nadiah Bamadhaj, seniman Malaysia yang menetap di Yogyakarta. Keduanya melandasi pilihan karya seniman dari sesuatu yang performatif, tangible, memiliki pendekatan serta perangkat visual yang kaya, dan tentunya menarik. Selain itu, tim kuratorial ARTJOG 2023 juga mengajak seniman muda pendaftar untuk memahami unsur-unsur sejarah tekstual Indonesia melalui tiga karya kanon Indonesia: Laut (1967) karya Sanento Yuliman, Abracadabra (1974) karya Danarto, dan Misteri (1983) karya Toeti Heraty.

1. Mella Jaarsma sebagai Commissioned Artist

Seniman, Mella Jaarsma. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Dalam gelaran tahun ini, ARTJOG mengundang Mella Jaarsma dalam program Commissioned Artist. Mella Jaarsma telah berkontribusi secara signifikan pada dunia kesenian dalam kariernya selama lebih dari 30 tahun. Karya Mella Jaarsma banyak mengeksplorasi berbagai material untuk mengungkapkan dan mempertanyakan fenomena sosial serta elemen kehidupan Jawa dan Indonesia. Karyanya sering menggunakan tubuh manusia sebagai motif sentral. Tubuh berfungsi sebagai jembatan antara karya dan penontonnya serta menghadirkan ketegangan yang intens antara pemirsa dan karya tersebut.

ARTJOG akan menampilkan bangunan limasan yang menaungi karya-karya Mella dengan tiga pendekatan kuratorial. Pertama, konsep arsitektur rumah limasan yang merepresentasikan ruang cair yang mengakomodasi pertemuan antar individu atau komunitas melalui aktivitas nongkrong. Kedua, karya yang berfondasi pada konsep kulit kedua (second skin) yang mewarnai karya Mella dari tahun 2000-an. Konsep second skin menampilkan karya-karya berbentuk jubah dari bahan-bahan tradisional yang merepresentasikan sekaligus mengomentari fenomena dalam masyarakat Indonesia. Pendekatan ketiga menampilkan karya-karya Mella yang merujuk pada arsitektur dan ruang. Menyoroti hubungan antara tubuh, ruang, dan konsep arsitektur limasan, instalasi karya commissioned artist ini menghadirkan ruang kontemplasi atas persoalan identitas, polarisasi, dan pakaian, sebuah kecenderungan yang dalam dekade terakhir ini menguat dalam atmosfer masyarakat Indonesia.

"Saya berdialog dengan Hendro dengan Nadiah dalam karya ini. Melihat lagi perkembangan saya dari 2000 sampai sekarang berkembang masalah politik, sosial. Ini karya yang menyeleksi, ada karya lama ada yang baru. Tujuan utama kembali lagi pada fisik. COVID-19 di belakang layar. Ini masuk dalam ruangan dapat pengalaman," ujar Mella.

Baca Juga: Khadir Supartini Akan Sajikan Pameran 'Behind The Eye'

2. Angkat berbagai isu di masyarakat

Founder ARTJOG, Heri Pemad. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Selain Mella Jaarsma, beberapa seniman seperti Novi Kristinawati, Ugo Untoro, dan Dicky Takndare juga turut memeriahkan ARTJOG tahun ini. Karya instalasi Novi Kristinawati untuk ARTJOG adalah sebentuk site-specific yang merespons tangga-tangga di dalam gedung Jogja National Museum. Konsep yang melandasi dua buah karya ini adalah metode perihal kondisi-kondisi yang saling bertentangan satu sama lain, yang disebutnya 'berpikir cepat' ('fast thinking') dan 'berpikir lambat' ('slow thinking').

Ugo Untoro, dalam seri karya terbaru batu bersuratnya memahat berbagai motif—gambar, simbol, aksara, pepatah-petitih—pada permukaan bebatuan candi, membubuhkan makna-makna baru yang satu dengan yang lain tidak saling berkaitan. Pada satu sisi keberadaan bongkahan-bongkahan batu itu menandai obyek, citra dan artefak arkeologis seperti prasasti. Akan tetapi pada sisi lain batu-batu bersurat ini memuatkan pesan-pesan dan isu kontemporer. Isu-isu itu sedikit banyak juga merefleksikan berbagai informasi dan misinformasi yang melimpah ruah di dunia sosial media sekarang ini.

Karya Dicky Takndare yang berukuran besar menggabungkan gagasan antara, yakni berada di dalam dan di luar bagi tahanan politik di Papua Barat. Ia memadukan antara kebesaran monumen Pembebasan Irian Barat yang dikerjakan oleh pematung Edhi Sunarso di Jakarta semasa kekuasaan Presiden Soekarno pada 1960-an dan ruang tahanan sebagai tubuh abstrak monumen itu.

Menyambut antusiasme keterlibatan anak-anak, ARTJOG Kids kembali digelar untuk memfasilitasi karya dan aktivitas anak-anak serta menempatkan karya mereka bersama dengan karya seniman profesional. ARTJOG secara khusus mengundang seniman Erwin Windu Pranata untuk membuat karya interaktif yang melibatkan anak-anak dalam prosesnya.

Erwin berkolaborasi bersama anak-anak dari Rumah Belajar Ummasa, Bandung yang berusia 4 sampai 10 tahun untuk merespons keberadaan pohon beringin. Dari hasil sketsa anak-anak tersebut, Erwin kemudian mewujudkannya dalam bentuk balon 3 dimensi yang juga dapat ‘dimainkan’. Selain itu, program Exhibition Tour for Kids juga akan memfasilitasi sesi tur pameran khusus anak dengan pendekatan yang lebih interaktif dan menyenangkan sehingga anak-anak dapat berpartisipasi aktif dalam menjelajahi karya seni.

Baca Juga: Pameran Asana Bina Seni 2023, Angkat Isu Ekologi hingga Gender

Berita Terkini Lainnya