Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Seseorang Mempertahankan Hubungan karena Takut Sendirian

ilustrasi pasangan (freepik.com/prostooleh)
ilustrasi pasangan (freepik.com/prostooleh)

Menjalin hubungan seharusnya dilandasi oleh rasa cinta, kepercayaan, dan komitmen yang kuat. Namun, realitanya gak semua mampu keluar dari hubungan yang sebenarnya sudah gak sehat. Banyak yang bertahan bukan karena cinta, melainkan rasa takut. Salah satunya adalah ketakutan akan kesendirian.

Rasa takut sendiri memang terdengar sepele, tapi bisa menjadi alasan kuat bagi seseorang untuk tetap tinggal di hubungan yang hampa. Ketika kesepian terasa lebih menakutkan daripada pertengkaran, manipulasi, atau ketidakcocokan, seseorang akan memilih tetap bertahan walau tahu dirinya gak bahagia. Artikel ini akan membahas lima alasan mengapa seseorang memilih menjaga hubungan hanya karena takut sendirian.

1. Takut menghadapi hidup tanpa pasangan

ilustrasi merenung (unsplash.com/Marcos Rivas)
ilustrasi merenung (unsplash.com/Marcos Rivas)

Banyak orang merasa bahwa hidup bersama pasangan memberikan rasa aman dan stabilitas, bahkan ketika hubungan tersebut jauh dari kata ideal. Ketakutan menghadapi rutinitas sehari-hari sendirian membuat seseorang bertahan demi menghindari perubahan besar dalam hidupnya. Pikiran tentang makan malam tanpa teman bicara, tidur sendiri, atau menghadiri acara tanpa pasangan bisa terasa menakutkan bagi sebagian orang.

Ketakutan ini membuat seseorang lebih memilih berada dalam hubungan yang membelenggu daripada harus menghadapi kehidupan yang benar-benar baru. Ia meyakinkan diri bahwa semua hubungan pasti ada masalah, lalu menormalisasi perlakuan atau kondisi yang sebenarnya merugikan dirinya. Padahal, membiasakan diri sendiri dalam hubungan yang salah bisa membawa dampak psikologis yang lebih berat.

2. Merasa harga diri bergantung pada keberadaan pasangan

ilustrasi pasangan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasangan (freepik.com/freepik)

Sebagian orang mengaitkan harga dirinya dengan status hubungan yang dimiliki. Ketika memiliki pasangan, akan merasa lebih berharga dan diakui oleh lingkungan sosial. Hubungan menjadi semacam validasi diri bahwa mereka layak dicintai dan diperjuangkan, walaupun pada kenyataannya hubungan itu menyakitkan.

Saat seseorang terlalu menggantungkan rasa percaya diri pada keberadaan pasangan, maka kepergian orang tersebut terasa seperti kehilangan identitas. Ia akan terus mempertahankan hubungan demi menjaga citra dan rasa berharga di mata sendiri maupun orang lain. Padahal, harga diri seharusnya tumbuh dari dalam, bukan dari status hubungan.

3. Takut stigma sosial sebagai jomblo

ilustrasi gagal (freepik.com/benzoix)
ilustrasi gagal (freepik.com/benzoix)

Stigma terhadap status jomblo masih kerap terjadi, apalagi di lingkungan yang menganggap pernikahan atau hubungan sebagai simbol kesuksesan pribadi. Tekanan dari keluarga, teman, bahkan media sosial membuat seseorang merasa malu jika harus kembali sendiri. Ketika tekanan eksternal ini begitu kuat, seseorang bisa merasa harus tetap berpasangan agar tetap diterima oleh lingkungannya.

Takut dianggap gagal atau gak laku membuat seseorang tetap menjaga hubungan meski hatinya sudah lelah. Alih-alih mengejar kebahagiaan, malah menjadikan hubungan sebagai tameng agar tak dihakimi orang lain. Ketakutan terhadap penilaian sosial ini membuat lupa bahwa kualitas hidup jauh lebih penting daripada sekadar status hubungan.

4. Terlalu lama bersama, takut memulai dari awal

illustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)
illustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak orang merasa sayang untuk mengakhiri hubungan yang sudah dijalani selama bertahun-tahun. Ketakutan untuk memulai dari awal, mengenal orang baru, dan membangun kepercayaan lagi membuat mereka memilih tetap bertahan.

Semakin lama bersama, semakin dalam keterikatan emosional dan rutinitas yang terbentuk. Proses melepaskan itu menakutkan karena seolah-olah semua usaha dan kenangan selama ini akan sia-sia. Namun, terus memaksakan diri dalam hubungan hanya karena sejarah panjang justru bisa menjauhkan seseorang dari masa depan yang lebih sehat dan membahagiakan.

5. Takut menghadapi luka dan kesedihan setelah putus

illustrasi menangis (pexels.com/Liza Summer)
illustrasi menangis (pexels.com/Liza Summer)

Perpisahan hampir selalu diikuti oleh fase-fase emosional yang berat seperti sedih, marah, kecewa, dan merasa kehilangan. Ketakutan menghadapi rasa sakit ini membuat seseorang menunda atau bahkan menghindari keputusan untuk berpisah. Ia membayangkan hari-hari penuh tangis, sepi, dan rasa hampa yang sulit diatasi sendirian.

Daripada menghadapi luka itu, seseorang lebih memilih tetap dalam hubungan meski hatinya sudah tak terisi.

Takut sendiri memang manusiawi, tapi menjadikan ketakutan itu sebagai alasan untuk terus bertahan dalam hubungan yang menyiksa justru merugikan diri sendiri. Hubungan yang sehat seharusnya membuat seseorang tumbuh, bukan terjebak dalam rasa takut. Berani menghadapi kesendirian justru bisa menjadi langkah awal menuju kebahagiaan yang lebih sejati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us

Latest Life Jogja

See More

5 Kebiasaan Ini Membuat Introvert Burnout di Tempat Kerja

30 Sep 2025, 21:32 WIBLife