Sejarah Masjid Sela Panembahan, Peninggalan Sultan Hamengku Buwono I

- Masjid Sela Panembahan berusia ratusan tahun, dibangun pada era Sultan Hamengku Buwono I sekitar tahun 1709 S (1787 M).
- Saat awalnya hanya digunakan untuk salat para pangeran di Kompleks Dalem Kadipaten, namun kini semua orang diperbolehkan menggunakan masjid ini.
- Arti "Sela" dalam Masjid Sela adalah batu, karena seluruh bangunan dibuat dari campuran pasir, kapur, dan semen merah.
Yogyakarta memiliki beragam benda dan bangunan peninggalan sejarah yang usianya ratusan tahun. Salah satunya yang tak banyak diketahui, adalah Masjid Sela Panembahan yang sudah ada sejak Sultan Hamengku Buwono I. Penasaran kisahnya, yuk simak sejarahnya!
1. Masjid peninggalan Sri Sultan HB I

Masjid Sela berada di Kalurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta. Bentuknya yang sederhana, dipercaya dibangun pada era Sri Sultan Hamengku Buwono I atau raja pertama yang bertahta di Kasultanan Yogyakarta, berkisar tahun 1709 S (1787 M).
Dikutip laman Jogja Cagar, Sri Sultan Hamengku Buwono I menunjuk Tumenggung Mangundipuro untuk mendirikan masjid ini dengan pengawasan R.M. Sundara. Masjid ini didesain mirip bangunan pada Pesanggrahan Taman Sari, sekaligus memiliki keunikan tidak menggunakan tiang penyangga yang saat itu belum biasa digunakan untuk mendirikan bangunan.
2. Hanya digunakan untuk pangeran

Awalnya Masjid Sela hanya diperuntukan bagi para pangeran saat melakukan salat, lantaran lokasi masjid berada di Kompleks Dalem Kadipaten atau Putra Mahkota. Sedangkan warga biasa melakukan ibadah salat di Masjid Gede Kauman. Namun saat ini, semua orang diperbolehkan menggunakan Masjid Sela Panembahan.
Dikutip laman Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi DIY, arti Sela adalah batu, lantaran seluruh bangunan Masjid Sela dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen merah.
3. Sempat menjadi tempat penyimpanan keranda

Sebelumnya, halaman masjid merupakan kolam terdiri dua bagian yakni kolam bersih dan kotor. Sekitar tahun 1955-1956, kolam ditutup dan digunakan sebagai lokasi salat bagi warga. Kolam berbentuk U yang berada di halaman juga dihilangkan dan diganti dengan bangunan perpustakaan serta ruang ibadah. Hal ini dilakukan saat masjid digunakan kembali di tahun 1962, sebelumnya masjid sebagai tempat penyimpanan keranda atau dalam bahasa Jawa disebut bandosa berjumlah empat buah.
Hingga kini, Masjid Sela Panembahan masih digunakan dengan mempertahankan bentuk aslinya. Saat bulan Ramadan masjid semakin ramai digunakan saat bulan Ramadan