Fenomena Nostalgia Bias, Kenapa Kita Bisa Terjebak di Masa Lalu?

- Fenomena nostalgia bias adalah bentuk bias kognitif di mana seseorang melihat masa lalu lebih positif daripada kenyataan yang sesungguhnya.
- Nostalgia memiliki fungsi psikologis penting, seperti meningkatkan suasana hati, memberikan makna dalam hidup, dan menumbuhkan perasaan keterhubungan sosial.
- Nostalgia bukan selalu buruk, namun bisa menjadi toxic jika digunakan untuk melarikan diri dari kenyataan atau menolak perubahan. Kuncinya adalah menyadari bahwa nostalgia itu valid, tetapi tidak selalu akurat.
Suatu pagi, aku duduk di samping ayahku di dalam mobil. Seperti biasa, ia memutar lagu-lagu favoritnya dari era 90-an, mulai dari Iwan Fals, Kahitna, sampai Nirvana. Suasananya santai, sampai aku iseng menambahkan lagu-lagu J-Pop seperti yang dinyanyikan Yorushika, Yoasobi, dan Aimer ke antrean Spotify. Begitu lagu ‘Itte’ dari Yorushika mulai diputar, Ayah langsung protes sambil bercanda karena lagunya terganti. Kami pun saling melempar komentar, Ayah bilang musik zaman dulu lebih dalam, sementara aku merasa musik sekarang juga nggak kalah bagus.
Dari obrolan kecil itu, aku jadi kepikiran. Kenapa ya, orang-orang seperti Ayah selalu punya ikatan kuat dengan hal-hal dari masa lalu? Mulai dari musik, mobil, sampai gaya hidup. Apakah ini sekadar efek nostalgia, atau ada penjelasan psikologis yang lebih dalam?
1. Apa Itu nostalgia?

Ternyata hal di atas bisa dijelaskan lewat ilmu psikologi. Fenomena ini disebut nostalgia bias, sebuah bentuk bias kognitif di mana seseorang melihat masa lalu secara lebih positif dibanding kenyataan yang sesungguhnya. Kita cenderung mengingat bagian-bagian terbaik dari masa lalu, dan secara tidak sadar menghapus atau mengecilkan aspek negatifnya. Ini membuat masa lalu terasa "lebih indah" dan membentuk kesan bahwa "dulu itu lebih baik dari sekarang".
Fenomena ini bukan hanya terjadi pada individu, tapi juga secara kolektif. Misalnya, banyak generasi tua menganggap musik era 80-an dan 90-an lebih "bermakna", atau bahwa anak muda zaman sekarang "tidak sekuat dulu". Dalam banyak kasus, ini bukan karena objektivitas, tapi karena cara kerja memori dan emosi manusia.
2. Bagaimana nostalgia memengaruhi pikiran kita?

Nostalgia bukan hanya kenangan biasa. Ini adalah emosi kompleks yang melibatkan rasa rindu, kebahagiaan, sekaligus kehilangan. Penelitian dari Routledge et al. (2011) menunjukkan bahwa nostalgia memiliki fungsi psikologis penting, yaitu sebagai mekanisme untuk:
Meningkatkan suasana hati.
Memberikan makna dalam hidup.
Menumbuhkan perasaan keterhubungan sosial.
Namun, seiring waktu, memori kita tidak bekerja seperti rekaman video, melainkan seperti kolase. Kita mengambil potongan yang paling menyenangkan dan menyimpannya dalam bentuk cerita. Dalam istilah psikologi, ini disebut positivity bias, kecenderungan otak untuk lebih mudah menyimpan dan mengingat pengalaman positif, terutama seiring bertambahnya usia (Charles et al., 2003).
Ketika seseorang memasuki usia dewasa atau lanjut, masa lalu menjadi jangkar identitas diri. Lagu-lagu dari masa muda, makanan khas zaman dulu, hingga bau khas buku-buku tua, semuanya bisa menjadi pemicu nostalgia yang kuat.
Hal ini dikenal sebagai reminiscence bump, yaitu kecenderungan otak untuk lebih kuat mengingat pengalaman dari usia 10 hingga 30 tahun, terutama yang punya nilai emosional tinggi. Maka, tak heran jika banyak orang dewasa atau lansia meromantisasi era mereka sendiri, karena saat itulah mereka membentuk siapa diri mereka (Rubin et al., 1998).
3. Apakah nostalgia Itu buruk?

Nostalgia tidak selalu buruk. Dalam batas tertentu, nostalgia adalah alat penyembuhan psikologis. Beberapa manfaat nostalgia yang telah diteliti antara lain:
Meningkatkan rasa optimisme terhadap masa depan.
Mengurangi perasaan terisolasi atau kesepian.
Menjadi penyeimbang dalam menghadapi perubahan besar dalam hidup.
Namun, nostalgia bisa menjadi toxic jika digunakan untuk melarikan diri dari kenyataan atau menolak perubahan. Terlalu terjebak dalam masa lalu dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk beradaptasi dan menghargai apa yang ada di masa kini.
4. Lalu, bagaimana kita harus menyikapi nostalgia?

Kuncinya adalah menyadari bahwa nostalgia itu valid, tetapi tidak selalu akurat. Masa lalu memang menyenangkan, tapi bukan berarti masa kini tidak memiliki keindahannya sendiri. Kita bisa menggunakan nostalgia sebagai cermin untuk melihat siapa kita, tanpa harus menjadikan masa lalu sebagai tempat pelarian.
Bagi remaja, hal ini juga penting. Memahami nostalgia bias bisa membantu kita lebih mengerti generasi sebelumnya—seperti mengapa orang tua menyukai barang-barang lawas, kenapa kakek-nenek sulit menerima tren baru, dan mengapa perdebatan soal “lagu zaman dulu vs lagu sekarang” seakan tak pernah ada habisnya.
Masa lalu memang terasa lebih sederhana dan hangat. Tapi mungkin, itu karena kita memilih untuk mengingatnya seperti itu. Nostalgia bias adalah bukti bahwa ingatan bukan hanya tentang fakta, tapi juga tentang perasaan dan makna.
Seperti momen kecilku bersama Ayah di dalam mobil tadi, saat musik lawas dan lagu-lagu baru saling bertabrakan, kita semua punya kenangan yang ingin dijaga. Bukan untuk tinggal di dalamnya, tetapi untuk mengingat siapa kita, dan dari mana kita datang.