Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip Bag

Lebih praktis dibawa ke mana pun

Sleman, IDN Times – Era menyeduh kopi dengan teknik manual brew masih diterapkan di banyak kedai kopi. Selain alatnya beragam, teknik yang diterapkan juga beraneka pula. Cita rasa seni juga dihasilkan dari barista ketika menyeduh dengan peralatan manual itu.

Dalam perkembangannya, sebagian penyuka kopi ingin menikmati kopi secara simpel. Tentunya bukan kopi instan sasetan. Melainkan kopi murni tanpa campuran, tapi bisa diseduh tanpa harus repot menggunakan alat.

“Pakai drip bag,” kata Ruru Pangestu, pengelola Gregah Coffee dalam pameran yang digelar Komunitas Kagama Ngopi (KKN) di halaman Laboratorium Agrokompleks Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sleman, Sabtu (15/2).

Bersama istrinya, Yukanita, sesama alumnus UGM, mereka mengisahkan soal seduhan drip bag kopinya kepada IDN Times.    

Baca Juga: 5 Fakta Koke, Brand Asli Jogja yang Tawarkan Cara Beda Menikmati Kopi

1. Bermula dari kopi luwak liar

Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip BagPengelola kopi luwak Sipirok. Ruru Pangestu di UGM, 15 Februari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sejak berkecimpung dengan kopi pada 2013 lalu, Ruru mengkhususkan pada kopi luwak liar yang dikelola di tempat tinggalnya di Tangerang Selatan. Kebetulan mereka mempunyai kebun kopi Sipirok milik keluarga di Sibualbuali, kampung Sialaman, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Kebun kopi itu dikelilingi hutan lindung.

“Luwaknya datang sendiri. Tidak ditangkarkan,” kata Yukanita.

Lantaran itu pula, pasokan kopi yang dihasilkan pun bergantung pada seberapa banyak buah kopi yang dimakan luwak. Tak bisa dipastikan takarannya.

2. Menikmati kopi drip bag lebih praktis

Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip BagRuru Pangestu memeragakan cara menyeduh kopi dalam drip bag di UGM, 15 Februari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Penggunaan drip bag untuk menyeduh kopi pun atas permintaan pelanggan. Selain lagi tren, pelanggan pun ingin menyeduh kopi luwak dengan cara praktis. Ruru pun tinggal melakukan packing produk-produk kopinya ke dalam kertas saring.

“Lebih praktis dan ekonomis,” kata Ruru.

Dengan drip bag, penikmat kopi bisa membawanya dengan mudah ke mana saja. Untuk traveling hingga naik gunung.

“Ini sering dibawa pecinta alam. Tinggal bawa kopi dan air panas saja,” kata Ruru.

Biasanya orang naik gunung menyeduh kopi tubruk atau malah kopi instan dalam saset. Dengan drip bag, di gunung pun bisa menikmati kopi asli dengan rasa ala kafe.

3. Minum kopi drip bag serasa menyeduh kopi V60

Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip BagKopi luwak Sipirok dalam drip bag di UGM, 15 Februari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Drip bag adalah semacam kertas saring berupa kantong yang diisi bubuk kopi. Kemasannya tak jauh beda dengan teh celup. Namun cara menyeduhnya bukan dengan dicelup.

Ruru pun memeragakan cara menyeduh kopi luwak liar dalam drip bag. Cukup dengan membuka bagian atas kantong saringnya, kemudian mengkaitkan sayap kemasan drip bag pada kedua sisi gelas. Posisinya pun seperti kantong yang menggaantung di tengah gelas. Air panas pun tinggal dituang ke tengah drip bag yang terbuka. Suhu air panas diatur antara 80-90 derajat Celcius.

“Kalau di atas itu, kopi serasa gosong,” kata Ruru.

Jika dibandingkan dengan menggunakan alat, menyeduh kopi dengan drip bag serupa dengan menggunakan alat V60. Alat berbentuk corong itu tinggal diberi lapisan kertas saring yang berbentuk serupa.  

“Bedanya, kalau pakai drip bag, panasnya tidak diserap material yang ada. Cuma diserap kertas saja,” kata Ruru sehingga turut mempengaruhi rasa.

Mengingat material V60 ada yang terbuat dari mika, porselen, plastik, juga stainless steel.

“Ada juga dari bambu. Panasnya kesedot (material bambu), jadi ada aroma bambu,” kata Ruru.

Baca Juga: Angkringan Lik Man, Kisah Kopi Joss yang Merekatkan Persahabatan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya