Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sejarah Gereja Ganjuran, Gereja Katolik Pertama di Bantul

Gereja Katolik GKTY Ganjuran Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)
Gereja Katolik GKTY Ganjuran Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)

Sekitar 30 menit perjalanan atau 17 kilometer ke arah selatan dari pusat Kota Yogyakarta, terdapat sebuah gereja yang bangunannya mengusung perpaduan budaya artsitektur Eropa, Hindu, dan Jawa. Namanya Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, yang merupakan gereja Katolik pertama di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gereja ini ternyata sudah ada sebelum Indonesia merdeka dan memiliki sejarah yang panjang, lho. Tidak hanya sebagai rumah ibadah, gereja yang sering disebut Gereja Ganjuran ini juga merupakan tempat wisata religi yang pengunjungnya berasal dari pelosok negeri. Penasaran bagaimana asal mula Gereja Ganjuran? Mari simak ulasan berikut ini!

1. Dibangun Schmutzer bersaudara yang menyukai budaya Jawa

Umat katolik mengikuti misa Paskah di Gereja HKTY Ganjuran Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)
Umat katolik mengikuti misa Paskah di Gereja HKTY Ganjuran Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)

Dikutip laman visitingjogja.jogjaprov.go.id, awal berdirinya Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran tidak bisa lepas dari Schmutzer bersaudara, yaitu Joseph dan Julius, serta JYH Van Oyen sebagai arsiteknya.

Joseph dan Julius awalnya mengelola pabrik gula di yang letaknya tak jauh dari gereja yakni Pabrik Gula Gondang Lipuro. Kedua bersaudara itu diketahui menyukai budaya Jawa, sehingga ingin membangun gereja yang memiliki unsur budaya Jawa.

Dari laman gerejaganjuran.org diketahui Schmutzer meminta izin kepada Tahta Suci atas rencana pembangunan gereja bercorak Jawa tersebut. Namun yang disetujui oleh Tahtah Suci hanya patung Altar Jawa dan patung Hati Kudus. Sedangkan untuk bangunan gereja, masih mengusung gaya Belanda.

Akhirnya, gereja berhasil diselesaikan pada 16 April 1924. Pada 20 Agustus 1924, Vicaris Apostolik Batavia Mgr. J. M van Velsen hadir di Ganjuran untuk memberkati altar. Tak hanya membangun gereja, Schmutzer turut menghadirkan 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi tonggak berdirinya Rumah Sakit Panti Rapih.

2. Memadukan budaya Eropa, Jawa, dan Hindu

Potret Gereja Ganjuran di Bantul (jogjacagar.jogjaprov.go.id)
Potret Gereja Ganjuran di Bantul (jogjacagar.jogjaprov.go.id)

Di masa lalu, perpaduan budaya dalam arsitektur pembangunan gereja dinilai bukan hal yang lumrah. Namun, Schmutzer tetap menginginkan adanya sentuhan ciri khas Jawa dalam gereja yang mereka bangun, bahkan sampai pada detail kecil. Selain Jawa, tetap ada sentuhan ala Eropa bahkan Hindu di dalamnya. Sentuhan gaya Eropa tercermin dari bentuk gereja yang jika dilihat dari atas berbentuk salib.

Pengunjung bisa melihat adanya relief di altar gereja yang menggambarkan pepohonan, bunga, tiga burung pemakan bangkai dan dua rusa yang sedang minum dari sumber air yang memancarkan tujuh aliran air. Ada juga dua buah patung malaikat dengan corak jawa dalam posisi menyembah. Kemudian relief di kanan dan kiri gereja dengan bentuk Hati Kudus Yesus dan relief Ibu Maria.

Relief Hati Kudus Yesus digambarkan sebagai Raja Jawa yang bertahta di singgasana, sedangkan Relief Ibu Maria digambarkan sebagai Ratu Jawa yang sedang menggendong bayi Yesus yang masih kecil.

Arsitektur gaya Jawa juga diwakilkan pada bentuk atap yang berbentuk tajug atau bertingkat. Empat tiang kayu jati ini berfungsi sebagai penyokong atap tajug, serta melambangkan empat penulis Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

3. Dilengkapi Candi Hati Kudus

Potret Gereja Ganjuran di Bantul (jogjacagar.jogjaprov.go.id)
Potret Gereja Ganjuran di Bantul (jogjacagar.jogjaprov.go.id)

Gereja Ganjuran kemudian dilengkapi keberadaan Candi Hati Kudus Yesus yang dibangun tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan Patung Yesus dan Bunda Maria ini mengenakan pakaian adat Jawa yang menambah kental kesan klasik tradisional. Candi ini memberikan referensi sebagai lokasi mengadakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa.

Pada 1948 saat kedatangan sekutu ke Indonesia saat Clash II, pabrik gula Gondang Lipuro hingga seluruh perumahan orang Belanda dan gudang-gudang yang berlokasi di Ganjuran dan sekitarnya dihancurkan. Namun gereja, candi, rumah sakit dan sekolah dibiarkan tetap berdiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us