Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sudirman Said: Keluarga Jokowi Maju Pilkada Lukai Keadilan

Ketua Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Sleman, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo kembali menjadi sorotan, setelah muncul kabar anggota keluarganya akan maju kontestasi Pilkada. Co-Kapten Timnas AMIN, Sudirman Said, menilai kabar akan majunya anggota keluarga Jokowi akan melukai perasaan dan keadilan.

Diketahui nama menantu Jokowi, Erina Gudono, masuk masuk bursa Pilkada. Istri Kaesang Pangarep tersebut masuk radar salah satu parpol untuk diusung dalam Pilkada di Kabupaten Sleman.

1. Lukai perasaan dan keadilan

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Sudirman Said menilai hal tersebut muncul karena pendekatan dalam pemilihan pemimpin terlalu longgar, normatif dan administratif. Sementara aspek kualitatif tidak dikedepankan dalam pemilihan pemimpin.

"Bupati, walikota, gubernur minimal orang punya pengalaman mengelola masalah sosial, ekonomi di daerah bersangkutan. Memahami masyarakat di daerah itu, punya jasa, prestasi di daerah bersangkutan. Tiba-tiba mantunya si anu si ini dicalonkan menjadi kepala daerah, tidak saja tidak fair, tapi juga melukai perasaan keadilan," ungkap Mantan Menteri ESDM itu.

2. Banyak yang berjuang namun kalah karena koneksi

ilustrasi kampanye pemilu (IDN Times/Agung Sedana)

Sudirman Said melanjutkan, sementara ada orang yang mudah mendapat jalan untuk maju sebagai pemimpin, di sisi lain banyak orang yang berjuang di daerah membantu masyarakat, berjuang secara sosial, secara politik, tapi dikalahkan.

"Dikalahkan oleh seseorang yang usianya masih muda, pengalaman belum banyak. Hanya semata-mata yang bersangkutan putranya, anaknya, atau mantunya seorang pembesar, itu akibat dari longgarnya persyaratan," kata Sudirman Said.

3. Pendekatan pemilihan pemimpin terlalu longgar

Ketua Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Pada kesempatan tersebut Sudirman Said juga menyebut kriteria memilih pemimpin publik yang terlalu normatif dan tidak menggali aspek kualitatif membuat kesempatan memilih putra-putri terbaik hilang. Namun, itu semua disebutnya juga konsekuensi dari sistem demokrasi.

"Cara memutuskannya betul-betul tergantung pada jumlah suara. Memang itu konsekuensi demokrasi, tapi akibat dari terlalu longgar dan berbasis angka tadi. Kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh putra putri terbaik dalam memilih pemimpin," ungkap Sudirman Said.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Herlambang Jati Kusumo
EditorHerlambang Jati Kusumo
Follow Us