Polisi Luruskan Fakta Penangkapan 5 Pelaku Judol Akali Sistem Promo

- Polisi menerima laporan warga dan menindaklanjuti dengan profesional
- Para pelaku judi online memanfaatkan promo situs untuk tambah deposit
- RDS sebagai koordinator bisa mengantongi Rp50 juta per bulan, karyawan dibayar Rp1,5 juta per pekan
Sleman, IDN Times - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meluruskan informasi berkembang di kalangan publik terkait penangkapan lima orang pelaku judi online oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus di Banguntapan, Bantul yang dirilis pada Kamis (31/7/2025) lalu.
Para pelaku dalam kasus ini diduga mengakali sistem promo situs judol yang merugikan bandar. Oleh karenanya, banyak masyarakat atau warganet yang mempertanyakan sosok pelapor dalam perkara ini.
1. Laporan warga, modus memanfaatkan promo guna tambah deposit
Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menegaskan bahwa proses penindakan kelima pelaku aktivitas judol ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian.
"Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar bahwa ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi tersebut dikembangkan oleh kami yang bekerja sama dengan intelijen, kemudian kami tindaklanjuti secara profesional," ujar Slamet dalam keterangan yang diterima, Rabu (6/8/2025) petang.
Lima orang yang diamankan sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan. Mereka yang telah ditahan ini masing-masing berinisial RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul serta NF (25) warga Kebumen dan PA (24) warga Magelang.
Dari kelima nama ini, hanya RDS yang berperan sebagai koordinator. Empat sisanya adalah operator. Saat ditangkap, mereka sedang menjalankan praktik judol dengan cara mengumpulkan dan memanfaatkan situs-situs yang menawarkan promosi untuk pengguna baru.
"Para pelaku merupakan pemain judi online dengan modus memainkan akun-akun dan memanfaatkan promo untuk menambah deposit," terangnya.
Kasus ini telah masuk ke tahap penyidikan sebagai bentuk komitmen Polda DIY melakukan penegakan hukum terhadap segala bentuk perjudian dan tindak pidana daring. Polisi akan memproses hukum secara tegas dan transparan apabila ditemukan bukti keterlibatan bandar atau jaringan yang lebih besar.
"Siapa pun yang terlibat dalam aktivitas judi akan kami tindak. Mulai dari pemain, operator, pemodal, hingga bandar dan pihak-pihak yang mempromosikan. Tidak ada toleransi untuk perjudian dalam bentuk apa pun," imbuh Slamet.
2. Gerak terorganisir, cari celah sistem promo

Sementara itu, saat konferensi pers Kamis (31/7/2025) lalu, Polda DIY mengungkap bahwa para pelaku ditangkap melalui operasi penggerebekan di sebuah rumah, daerah Banguntapan, Bantul, Kamis (10/7/2025) kemarin.
Saat itu, para pelaku sedang menghadap empat unit komputer yang dipergunakan untuk mengoperasikan masing-masing 10 akun judol. Pelaku RDS jadi otaknya. Ia mencarikan situs judol berpromo dan memberikan modal untuk judi kepada empat orang lainnya. Intinya, komplotan ini bergerak secara terorganisir.
"Lima (pelaku) ini adalah player atau sebagai pemasang, RDS ini adalah bosnya. Dia yang menyiapkan link atau situsnya dia mencari, kemudian menyiapkan PC kemudian menyuruh empat orang karyawannya untuk memasang," urai Slamet saat rilis kasus di Mapolda DIY, Kamis (31/7) lalu.
Slamet bilang, kelima pelaku bermain judol memanfaatkan celah pada promo situs judi. Keuntungan diperoleh dari pembayaran pada promosi setiap pembukaan akun atau situs baru.
3. Bos kantongi Rp50 juta/bulan, karyawan Rp1,5 juta/pekan
Aksi kelima pelaku, menurut Slamet, sudah berjalan selama sekitar setahun lamanya. Per bulan, RDS selaku koordinator setidaknya bisa mengantongi keuntungan atau duit Rp50 juta dari aktivitas ini. Sedangkan empat orang pelaku lainnya, kata Slamet, dibayar Rp1,5 juta per pekannya.
Dari kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti meliputi lampiran bukti tangkapan layar situs yang bermuatan perjudian, 5 unit ponsel dengan kartu SIM, empat unit komputer dan satu plastik berisi SIM bekas.
Para pelaku telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dikenakan Pasal 45 Ayat 3 Jo Pasal 27 ayat 2 UU nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan/atau sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 303 KUHP Jo pasal 55 KUHP dan/atau pasal 56 KUHP tentang Informasi dan Transaksi.
"Untuk pidananya yakni pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 miliar," pungkas Slamet.