TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jam Malam, Anak di Yogyakarta Dilarang Keluar Usai Jam 22.00

Demi mencegah terjadinya aksi klitih

Ilustrasi jam malam. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta resmi memberlakukan jam malam bagi anak bawah umur di wilayahnya.

Kebijakan yang tertuang melalui Perwal Perwal No 49 Tahun 2022 itu diterapkan demi menekan angka kasus kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih yang dilakukan oleh pelaku anak.

Baca Juga: Atasi Klitih, Pemkab Bantul Aktifkan Jejaring Anti Klitih  

1. Dilarang keluar rumah pukul 22.00-04.00 WIB

ilustrasi jam makan malam (unsplash.com/Julian Hochgesang)

Perwal itu mengatur anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun dilarang meninggalkan rumah pada pukul 22.00-04.00 WIB setiap harinya kecuali dalam kondisi tertentu.

Dijelaskan melalui akun Instagram Pemkot Yogyakarta, setiap anak yang tak mematuhi Perwal tersebut maka bisa dikenai teguran lisan, peringatan tertulis, atau pembinaan di balai rehabilitasi.

Adapun uraian mengenai sederet pengecualian kewajiban mematuhi jam malam anak ini. Seperti mengikuti kegiatan sekolah atau lembaga resmi; aktivitas sosial/keagamaan di lingkungan tinggal; bepergian didampingi orangtua atau wali; kondisi keadaan bencana atau keadaan darurat; mampu menunjukkan dokumen atau surat kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Demi kota layak anak

Ilustrasi remaja diamankan karena diduga akan lakukan klitih. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Pj Wali Kota Yogyakarta, Sumadi menerangkan, aturan jam malam ini tak untuk diartikan tengah menghadapi kondisi genting tertentu. Menurutnya, ini merupakan salah satu upaya Pemkot dalam menciptakan kota layak anak.

Hasil survei Pemkot menunjukkan bahwa kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH), khususnya klitih yang kerap terjadi malam hingga dini hari di wilayah Kota Yogyakarta dipicu minimnya interaksi antar anggota keluarga.

Maka dari itu, Perwal ini dibuat demi mengintensifkan relasi antara anak dengan orangtua, ataupun anggota keluarga lain di dalam rumah.

"Kami di Yogyakarta itu ingin membuat kota layak anak. Artinya salah satu item penting kota layak anak itu bagaimana adanya relasi hubungan antara keluarga yang selama ini agak terkikis," kata Sumadi saat dihubungi, Kamis (23/6/2022).

"Itu anak-anak kalau malam sekarang ya di rumah, di situ ada relasi hubungan antara orangtua-anak, dengan saudara, simbahnya, biar ada komunikasi," lanjutnya.

Seiring dengan terbitnya Perwal ini, ia mengimbau kehidupan di rumah lebih banyak diisi aktivitas positif. Seperti makan bersama di meja makan atau kegiatan rohani.

3. Kurangnya wadah eksistensi

Pelaku kejahatan jalanan yang ditangkap Polres Bantul. (dok. Polres Bantul)

Sumadi melanjutkan, fenomena ABH juga disinyalir disebabkan lantaran kurangnya wadah bagi anak untuk menunjukkan eksistensinya. Pemkot kini mulai menyiapkan sejumlah ruang publik sebagai sarana menyalurkan kreativitas.

Sumadi mengklaim, beberapa lokasi bisa dikatakan siap secara infrastruktur seperti Edu Park di Umbulharjo. Persoalannya, kegiatan untuk mewadahi eksistensi anak itu sekarang ini masih minim atau belum terdesain.

Sumadi berkomitmen menyiapkan agenda rutin bagi anak di ruang-ruang tersebut.

"Makanya kita siapkan kegiatan itu sore sampai jam 8 (malam). Mereka sudah beraktivitas, capek, pulang ya tidur. Jangan jadi malam-malam keluyuran," tutupnya.

Baca Juga: Aksi Klitih Imbas Tekanan yang Dialami Remaja Akibat Pandemik

Berita Terkini Lainnya