TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Emak Zero Waste, Gaungkan Peduli Sampah Mulai dari Hal-hal Terkecil

Harus dimulai dari hal sederhana namun konsisten

Sylvia saat mengampanyekan gerakan zero waste. Dok:istimewa

Yogyakarta, IDN Times - Berpikir bahwa setiap sampah yang kita hasilkan merupakan sebuah tanggung jawab pribadi, begitulah yang selalu digaungkan oleh Sylvia Christyanti.

Pemilik akun Instagram @emakzerowaste ini sudah beberapa tahun terakhir mencoba mengurangi sampah yang dihasilkannya dengan berbagai cara. Mulai dari memilih bahan makanan yang minim sampah seperti berhenti membeli kopi sasetan, berusaha membuat camilan sendiri untuk anak, hingga memilah sampah dan menyalurkan kepada pengepul.

"Camilan anak-anak saya buat sendiri, bahkan beli tempe pun saya pilih yang bungkus daun bukan plastik. Pokoknya gimana caranya saya belanja pulangnya gak bawa sampah," ungkapnya pada Rabu (17/2/2021).

Baca Juga: Misi Penting Rapel, Ajak Masyarakat Memilah Sampah di Rumah

1. Berawal dari kebiasaannya memilah sampah saat di Prancis

Sylvia saat mengampanyekan gerakan zero waste. Dok:istimewa

Sylvia menjelaskan, latar belakang dari kegemarannya mengampanyekan zero waste berawal dari kebiasaannya saat tinggal di Prancis tahun 2002-2008 lalu. Saat itu, dirinya terbiasa untuk memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenis-jenisnya.

Kebiasaan tersebutlah yang dia bawa ketika kembali ke Indonesia pada 2009. Dirinya melanjutkan kegiatan memilah sampah dan mengumpulkannya kepada pengepul.

"Kebiasaan itu saya lanjutkan dengan mengontak tukang rosok yang dengan senang hati mengambil sampah pilahan saya. Tapi, sisa-sisa sampah lainnya tetap banyak, bungkus kemasan kopi, sayur, camilan dan lain-lain. Saya pikir-pikir kenapa gak saya yang bikin wadah sendiri untuk menampung belanjaan saya dari pasar. Lalu saya mulai bawa wadah ke pasar untuk nampung bahan segar," katanya.

2. Khawatir dengan lingkungan sekitar

Sylvia saat mengampanyekan gerakan zero waste. Dok:istimewa

Sylvia mengungkapkan, alasan utamanya terus mengampanyekan gerakan ini lantaran dirinya merasa khawatir dengan lingkungan sekitar.

Di DI Yogyakarta sendiri, dirinya sering kali melihat banyak sampah menumpuk di depot-depot sementara. Belum lagi ketika TPST Piyungan yang menjadi tulang punggung penampungan sampah di sebagian besar wilayah DIY ditutup. Hal tersebut pasti akan mengganggu kesehatan dan mencemari lingkungan.

"Sangat mengganggu kesehatan. Sampahnya juga masih dicampur semua, organik dan anorganik. Padahal kalau yang organik dipisahkan, bisa mengurangi beban yang diterima TPA. Di rumah, sampah organik ini saya olah di jugangan halaman belakang," terangnya.

3. Kampanyekan mulai dari organisasi terkecil

Sylvia saat mengampanyekan gerakan zero waste. Dok:istimewa

Bukan hanya untuk dirinya dan keluarga pribadi, aksi untuk meminimalkan sampah yang dilakukan Sylvia pun juga mengampanyekan ke lingkungan sekitar. Mulai dari tingkat RT, desa, sekolah, komunitas, dan juga ke media sosial.

Sylvia menjelaskan, sebelum adanya pandemik dirinya juga aktif memberikan sosialisasi secara tatap muka. Namun, lantaran adanya pandemik, sosialisasi tersebut cukup terhambat dan lebih mengandalkan media sosial.

"Beberapa kali saya inisiatif memulai di lingkungan RT. Dalam perjalanannya, akhirnya di RT saya buka bank sampah. Kebetulan kelurahan tempat saya tinggal punya BUMDes, salah satunya mengelola sampah juga. Dan pak lurah punya kepedulian tentang sampah. RT-RT yang buka bank sampah diberi bantuan untuk menambah semangat warga memilah sampah," jelasnya.

4. Harus dimulai dari hal sederhana namun konsisten

Sylvia saat mengampanyekan gerakan zero waste. Dok:istimewa

Sylvia paham benar jika kebiasaan zero waste ini tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu langkah-langkah kecil namun konsisten agar permasalahan sampah bisa teratasi. Menurutnya hal terpenting yang harus ditanamkan adalah kebiasaan.

"Lakukan yang bisa dilakukan, gak usah ngoyo. Ini bukan perlombaan yang harus dimenangkan. Antara satu orang dengan yang lain prosesnya beda," katanya.

Menurutnya, gerakan sederhana yang bisa dilakukan di awal yakni dengan membiasakan diri membawa botol minum, mengurangi pemakaian sedotan plastik, dan meminimalkan membeli makanan dalam kemasan.

"Dari hal-hal yang kecil ini, lakukan dengan konsisten supaya jadi kebiasaan. Jadi perasaan kita seperti diubah gitu, jadi terpikir oh iya ya, ternyata kebiasaanku pakai tisu bisa diganti dengan sapu tangan. Kebiasaan jajan minuman kekinian bisa diganti dengan minuman simpel yang lebih sehat dan tanpa kemasan, dan seterusnya," paparnya.

Baca Juga: Ajak Santrinya Kelola Sampah, Dosen UIN Sunan Kalijaga Raih Kalpataru

Berita Terkini Lainnya