Atasi Klitih, Sosiolog UGM Minta Akar Masalah Pelaku harus Diketahui
Tanggung jawab selesaikan klitih tak hanya polisi saja
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Kasus klitih kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tak hanya terjadi di satu wilayah, kasus kejahatan jalanan ini dilakukan di beberapa tempat.
Merujuk kamus Bahasa Jawa, istilah klitih sebagai suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Seiring perkembangannya, klitih lantas diartikan sebagai aksi kekerasan jalanan dengan menggunakan senjata tajam, yang kebanyakan dilakukan oleh remaja maupun anak-anak yang masih dalam usia sekolah.
Bagaimanakah kasus klitih dilihat dari surut pandang sosial? Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito menegaskan anak-anak yang terlibat dalam kasus ini tak bisa hanya dihukum saja, akar permasalahan yang menyulut seseorang melakukan klitih harus dicari hingga tuntas.
1. Klitih merupakan bentuk disorientasi anak-anak
Arie mengungkapkan sejarah klitih merupakan suatu tindakan iseng yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Namun dilihat dari kacamata sosial, terjadinya klitih disebabkan sebagai bentuk disorientasi anak-anak akibat kelebihan energi ditambah adanya kepengapan atau masalah. Hal ini berasal dari keluarga maupun stigma masyarakat mengenai konsep nakal yang membuat para pelaku merasa terhukum maupun tereksekusi.
"Kemudian sisi yang lain juga menghadapi apa yang dinamakan hukuman terus menerus tapi tidak dicari akar masalahnya," ungkapnya pada Selasa (4/1/2022).
Baca Juga: PPKM dan Klitih Sebabkan Keterisian Hotel di Sleman di Bawah 50 Persen
Baca Juga: Sultan Sebut Lembaga Penyuluhan Klitih Tak Efektif dan Mahal
Baca Juga: Kasus Klitih di DIY Naik di 2021, Pelaku Didominasi Pelajar