Perubahan Iklim Berdampak bagi Perempuan, Apa Sih Hubungannya?
Perempuan membutuhkan banyak air bersih
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Sejarah awal menyebutkan, semula sektor pertanian dikelola perempuan, sementara laki-laki berburu di hutan. Ketika laki-laki tak lagi berburu, mereka menggeser peran perempuan sebagai pengelola lahan pertanian. Sedangkan perempuan digeser untuk mengurusi persoalan domestik rumah tangga.
“Perempuan bertanggung jawab mengelola ketahanan pangan keluarga,” kata Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, Sana Ullaili dalam diskusi memperingati Hari Tani bertajuk Dampak Aksi dan Kebijakan Iklim Bagi Perempuan dan Petani di Syantikara, Sleman, Selasa (24/9).
Di sinilah peran perempuan untuk memastikan anggota keluarganya cukup pangan, mengkonsumsi makanan bergizi, mengatur ketercukupan air, juga mengelola keuangan. Ketika perubahan iklim terjadi, perempuan yang berperan di sektor hilir ini pun terdampak. Bagaimana bisa?
1. Hutan-hutan heterogen dibabat menjadi tanaman homogen
Industrialisasi membuat lahan-lahan pertanian disulap menjadi pabrik, hutan-hutan dengan aneka tanaman alias heterogen digunduli untuk ditanami tanaman yang sejenis alias homogen. Semisal, hutan sawit. Atau pun jadi lahan penambangan batu bara.
Padahal masing-masing tanaman yang beragam di hutan mempunyai karakter dan fungsi berbeda. Semisal, ada yang berfungsi untuk menyimpan air, untuk menanggulangi polusi, untuk tanaman penghasil buah yang bisa dikonsumsi.
Sementara penggunaan energi barbahan baku energi fosil yang butuh waktu lama terbarukan, seperti batu bara dan minyak bumi meningkat untuk kebutuhan listrik dan bahan bakar kendaraan. Emisi karbon pun meningkat mengakibatkan suhu bumi naik.
“Batas ambangnya dua derajat Celcius. Sekarang sudah 1,5 derajat Celcius,” kata Ida Rustam dari AKSI for Gender Social and Ecological Justice.
Akibatnya, es di kutub utara mencair hingga 990 meter persegi tiap tahun. Bencana alam yang terjadi pun 99 persen akibat perubahan iklim. Kemarau panjang, musim yang ekstrem, banjir, permukaan air laut naik delapan sentimeter per tahun. Daerah yang paling sering terdampak adalah Jakarta dengan kerugian Rp4,17 triliun per tahun.
“Di Jakarta, tiap tahun 70 ribu rumah terendam. Dan itu rutin,” imbuh Sana.
Baca Juga: Kekeringan, Warga Gunungkidul Ambil Rembesan Air dari Pohon Beringin
Baca Juga: Hari Tani Nasional, Massa G24S Gelar Aksi Tuntut Kedaulatan Petani