Jimmy Jadi Saksi Masa Berat Warga Keturunan Tionghoa di Era Orba
Masih ada propaganda yang menyudutkan keturunan Tionghoa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Era Orde Baru (Orba) menjadi masa yang berat bagi warga keturunan Tionghoa di Indonesia termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tekanan oleh rezim di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto memberangus kebebasan warga Tionghoa, dari seni budaya hingga pendidikan.
Salah satu saksi sejarah saat itu yang juga warga keturunan Tionghoa, Jimmy Sutanto, menceritakan kondisi Jogja masa Orba saat itu sama dengan daerah lainnya, di mana aktivitas orang keturunan Tionghoa dibatasi.
"Tahun 1966 itu saya sudah 21 tahun. Sudah dewasa, Jogja seperti tempat lain, sekolah Tionghoa tutup, organisasi tutup semua," ujar Ketua I Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) itu, Jumat (2/2/2024).
1. Hadapi era Orba yang berat
Saat usia 21 tahun itu, Jimmy masih menjadi pengajar di sekolah Tionghoa. Ia pun menjadi saksi ketika sekolah itu dihentikan aktivitasnya. Disebutnya saat itu sekolah tersebut diambil alih oleh ABRI.
Tidak hanya sekolah yang dihentikan saat itu. Ia mengingat bahwa organisasi masyarakat keturunan Tionghoa juga dibubarkan saat ini. "Ada kantor bantu pengusaha, ada sekretariat bantu pajak dan sebagainya. Kemudian ada kliniknya, setelah Gestok (Gerakan Satu Oktober) tutup semua," ujar Jimmy.
Jimmy juga mengungkapkan saat itu kegiatan seni budaya, kemudian kegiatan perayaan seperti Imlek juga dilarang. "Klenteng Poncowinatan mau diperbaiki gak boleh. Nama-nama Tionghoa suruh ganti," cerita Jimmy.