Asosiasi Petani Kelapa Sawit Kritisi Kebijakan Larangan Replanting
Petani sawit mengaku dirugikan kebijakan replanting
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Manurung, mengatakan kelangkaan migor yang terjadi beberapa waktu lalu terjadi karena sejumlah faktor.
Selain masalah permintaan naik seperti hari besar Natal dan Tahun Baru serta Lebaran yang menyebabkan konsumsi migor tinggi, kelangkaan komoditas juga dipengaruhi faktor terjadi kekesalan para pelaku usaha perkebunan sawit. Kekesalan terjadi karena pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang selalu membuat peraturan yang merugikan petani sawit sebagai produsen bahan baku Migor yakni CPO.
1. UU Ciptaker Omnibus Law untuk perkebunan sawit
Gulat menegaskan denda yang diterapkan dalam Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Omnibus Law (OBL) untuk perkebunan sawit di kawasan hutan serta setelah membayar denda tak bisa melakukan replanting atau ditanami kembali membuat petani sawit tak bisa melakukan pembaharuan bahan baku secara berkesinambungan. "Petani sawit dilarang replanting, artinya pemerintah melalui KLHK melakukan pembatasan sementara kebutuhan tinggi, jelas saja stok jadi langka, lalu mau solusi apa?," kata Gulat yang juga merupakan pengamat ekonomi itu.
Dengan larangan replanting, kata Gulat, Indonesia kehilangan potensi 2,7 juta hektare lahan sawit dan kehilangan 10 juta ton CPO bahan baku minyak goreng. Potensi ini karena merupakan 20 persen dari stok bahan baku yang bisa menghasilkan 9.2 juta ton Migor.
"Masalah ini solusinya cukup sederhana KLHK tidak memaksakan diri untuk memasukkan pasal yang ada poin tidak boleh melakukan replanting. Pasal itu dibuang saja. Kalau soal denda saya sepakat asal sesuai aturan penerapannya dan tentu saja masuk akal," ujarnya.
Secara analogi dirinya menghitung Ng 10 juta ton CPO minyak sawit menjadi minyak goreng sebanyak 9,2 ton Migor yang cukup untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia selama 3 tahun. "Hitungannya satu bulan membutuhkan 300 ribu liter dan 10 bulan sudah 3 juta liter Migor. Kalau mencukupi kebutuhan tersebut tidak boleh replanting maka kita kehilangan potensi 9,2 juta ton Migor ini," katanya, Rabu (1/11/2023).
Baca Juga: Terima Menlu Belanda, Retno Singgung soal Diskriminasi Sawit
Baca Juga: PSS Sleman Incar Penyerang untuk Tandem Hokky Caraka