TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Relawan Pemakaman Pasien COVID-19, Sahur Hanya Pakai Nasi Sisa

Harus siaga 24 jam untuk melakukan pemakaman

Ilustrasi pemakaman jenazah pasien COVID-19. (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Gunungkidul, IDN Times - ‎Kematian pasien dalam pengawasan (PDP) maupun pasien positif COVID-19 yang terjadi hampir setiap hari membuat petugas pemakaman dengan prosedur tetap (protap) COVID-19 harus bekerja ekstra. 

Hal ini dialami oleh Relawan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan PMI Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Mereka harus siaga 24 jam menerima panggilan untuk memakamkan jenazah dengan protap COVID-19 sembari menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Baca Juga: Kisah Pemakaman Jenazah Bayi: Petinya Kecil, Tapi Itu Paling Berat

1. Tak kenal waktu menguburkan jenazah dengan standar COVID-19‎

Ilustrasi Pemakaman PDP COVID-19 (Dok. IDN Times/Istimewa)

Koordinator Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD, Gunungkidul, Surasdiyanto mengatakan ada dua tim yang menguburkan jenazah dengan protap COVID-19 dari BPBD dan PMI. Setiap hari mereka harus siaga di Kantor BPBD Gunungkidul untuk diberangkatkan menuju lokasi yang ditentukan.

Seperti pada hari Senin (18/5), relawan sudah siaga sejak pagi hari. Cuaca sedikit mendung di sekitar kantor BPBD Gunungkidul. Sekitar pukul 05.00 WIB, ada panggilan untuk melakukan penguburan jenazah laki-laki usia 56 tahun yang merupakan PDP di RSUD Wonosari. Selama 2 jam penuh relawan melakukan penguburan dengan pakaian hazmat.

Di hari yang sama, tim kedua juga harus berangkat sekitar pukul 06.00 WIB untuk menguburkan PDP di Kecamatan Semin. Sampai dengan Selasa (19/5) dini hari, kedua tim sudah menguburkan total 9 jenazah dengan protokol COVID-19.

"Jadi sejak Senin (18/5) hingga Selasa (19/5) dini hari kedua tim menguburkan 9 jenazah dengan standar COVID-19," cerita Surasdiyanto saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa.

2. Rela sahur dengan makanan sisa semalam ‎

Ilustrasi pemakaman jenazah COVID-19 (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Sebagai relawan yang sudah menjadi panggilan diri, mereka harus rela untuk meninggalkan keluarga demi menjalankan tugas. Termasuk meninggalkan momen santap sahur bersama dengan keluarga.

"Ya sudah panggilan dan tugas maka semua ditinggalkan," ujar Surasdiyanto.

Surasdiyanto mengatakan ada cerita unik pada Selasa (19/5) dini hari. Dirinya  menyiapkan makan sahur bersama teman relawan. Saat itu ada sisa nasi semalam dan tempe goreng serta ada cabai dan bumbu yang dibuat sambal. Sahur dilakukan lebih awal yakni pukul 02.15 WIB mengantisipasi ada panggilan mendadak.

Benar saja. Sekitar pukul 03.00 WIB, ada panggilan untuk menguburkan pasien laki-laki usia 66 tahun kategori PDP. Proses penguburan pun tidak mudah karena relawan harus berjalan dari rumah duka hingga lokasi pemakaman yang berjarak 5 kilometer.

"Kalau ndak makan dulu kita repot karena setelah menggunakan baju hazmat tidak bisa apa-apa lagi. Apalagi makan," ucapnya.

Baca Juga: Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)

Berita Terkini Lainnya