Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)

Warga tak perlu takut mengurus jenazah non COVID

Gunungkidul, IDN Times – Akhir pekan ini menjadi hari yang meletihkan bagi Tim Pemakaman Palang Merah Indonesia (PMI) Gunungkidul. Empat jenazah telah dimakamkan di lokasi yang berbeda secara berturut-turut dari malam hingga dini hari. Kiriman dari Jakarta, Semarang, RSUP Sardjito Yogyakarta, dan RSUD Wonosari.

“Semalam (26/7) barusan selesai memakamkan juga,” kata Koordinator Lapangan Tim Relawan Pemakaman PMI Gunungkidul Triyono, 42 tahun kepada IDN Times, Senin (27/4).

Menjelang pukul 01.00 WIB, tim baru selesai menguburkan jenazah keempat akhir pekan ini di Kecamatan Rongkop. Pasien diketahui berstatus orang dalam pemantauan (ODP). Sementara jenazah kiriman dari Semarang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), dari Jakarta karena sesak napas, dan dari Sardjito karena stroke.

Tugas tak kenal waktu juga dilakukan tim lain yang bergabung dalam Posko Relawan Gunungkidul. Mereka adalah gabungan antara lain dari relawan Tagana, Pos Aju TRC BPBD DIY, Save Rescue, Baznas. Pada 26 April 2020 malam, tim ini tengah menyampaikan edukasi tentang pemulasaran jenazah selama pandemi kepada warga di Kecamatan Paliyan.

“Selama pandemi, tim kami sudah melakukan pemulasaran jenazah dan penguburan delapan kali,” kata Koordinator Tagana Gunungkidul Sugiriyanto.

Dua tim ini berjibaku mengurus jenazah dan kematian selama pandemi di Gunungkidul. Tak lagi serta merta diserahkan kepada pihak rumah sakit.

“Kan tidak semua meninggal di rumah sakit. Ada yang di rumah,” kata Sugiriyanto.

Seperti kasus ODP di Kecamatan Playen yang meninggal di rumah usai dikunjungi anaknya dari Jakarta. Kondisi ini yang membuat mereka bersiap menindaklanjuti permintaan bantuan warga untuk mengurus jenazah dan pemakaman. Mengingat warga yang meninggal di rumah tak disertakan surat keterangan penyebab kematian seperti di rumah sakit. Orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), atau pun positif COVID-19, tak ada yang tahu. Di sisi lain, tak semua warga yang meninggal terkait COVID-19.

Bagaimana kisah mereka?

Baca Juga: Gadis Pramurukti Jenazah COVID-19, Sehari Tangani Tiga Korban Pandemi

1. Warga tak perlu takut memakamkan jenazah yang tak terkait COVID-19

Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)Tim relawan PMI Gunungkidul memakamkan jenazah pada masa pandemi. Dokumentasi PMI Gunungkidul

Sejak kasus pertama positif COVID-19 di Gunungkidul diumumkan, jumlah kasus bergerak dinamis. Baik ODP, PDP, positif COVID-19, maupun yang sembuh dan meninggal. Warga yang dinyatakan pasien positif pertama di Kecamatan Ponjong pun telah sembuh.

Persoalannya, setiap ada warga yang meninggal, warga sekitar waswas. Takut tertular virus Corona.

“Dan warga pun takut memakamkan. Jadi kami ikut menangani (pemakaman),” kata Triyono yang akrab disapa dengan panggilan “Pendek” ini.

Padahal tak semua warga yang meninggal akibat penyakit COVID-19. Sementara protap rumah sakit pun diubah. Baik jenazah pasien terpapar virus corona atau pun yang bukan tetap ditangani dengan standar COVID-19. Dan jenazah langsung dibawa ke pemakaman untuk dikubur, tak boleh disemayamkan di rumah.

“Syukurlah warga tak resisten dengan menolak jenazah. Pemakaman tetap dilakukan di pemakaman kampung,” kata Triyono.

Sementara ada keterbatasan tim-tim relawan ini untuk mengurus jenazah yang terus bertambah saban hari. Perlu ada edukasi kepada warga.

“Jika itu bukan jenazah terkait COVID-19, sebenarnya warga bisa memakamkan tanpa takut,” imbuh Sugiriyanto.

Sosialisasi dan edukasi kepada warga terus digiatkan. Tak hanya soal hidup bersih. Juga soal bagaimana melakukan pemulasaran dan pemakaman jenazah selama pandemi ini.

2. Pengalaman menguburkan jenazah positif COVID-19 sempat bikin waswas

Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)Tim relawan PMI Gunungkidul memakamkan jenazah pada masa pandemi. Dokumentasi PMI Gunungkidul

Pengalaman mendebarkan dirasakan Tim Relawan PMI Gunungkidul ketika memakamkan jenazah kedua di Kecamatan Wonosari pada 13 April 2020 lalu. Pihak rumah sakit menelepon ke Markas Komando (Mako) PMI Gunungkidul untuk meminta bantuan pemakaman.

“Kami diminta memakamkan sesuai protokol (COVID-19),” kata Triyono.

Informasi awal, jenazah adalah PDP yang sudah menjalani swab test. Namun hasilnya belum diketahui. Selang beberapa hari usai dimakamkan, istri almarhum diketahui positif COVID-19 dan kini tengah menjalani perawatan di ruang isolasi.

“Wonosari sempat heboh. Hasil rapid test di sana, lima orang positif,” kata Triyono.

Tim relawan PMI sempat waswas juga. Meski telah mengenakan APD lengkap, tetap saja takut tertular.

“Kami khawatir. Jangan-jangan tertular,” kata Triyono.

Baca Juga: PMI DIY Lakukan Penyemprotan Disinfektan di 1.293 Titik

3. Dapat kiriman jenazah dari kawasan zona merah

Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)Tim relawan PMI Gunungkidul memakamkan jenazah pada masa pandemi. Dokumentasi PMI Gunungkidul

Tim relawan ini juga memakamkan jenazah kiriman luar daerah yang termasuk kategori episentrum COVID-19 alias zona merah. Jenazah pertama adalah balita perempuan, dua tahun dari Tangerang Selatan. Orang tuanya yang merupakan perantauan asal Wonosari ingin anaknya dimakamkan di sana.

Hasil dari komunikasi pihak desa dengan orang tuanya, jenazah akan dimakamkan tim relawan dengan standar COVID-19. Meskipun surat dari pihak rumah sakit menyebut pasien meninggal bukan karena penyakit infeksius atau menular.

Protokol yang sama juga diterapkan ketika tim menerima permintaan pemakaman untuk jenazah dari Jakarta pada 19 April 2020. Pasien disebut meninggal karena penyakit herpes. Proses peruktian jenazah tidak menggunakan standar jenazah infeksius yang dibungkus plastik dan dimasukkan ke dalam peti kedap udara. Hanya berbalut kain kafan.

“Tapi karena keduanya datang dari Jakarta (zona merah), kami tetap pakai APD lengkap,” kata Triyono.

Triyono pun langsung mengambil alih komunikasi dengan sopir ambulans, baik Tangerang maupun Jakarta itu. Ambulans dari Tangerang diminta datang ke Mako PMI karena tiba dini hari. Sedangkan ambulans dari Jakarta langsung ke pemakaman.

“Biar (warga) desa gak gaduh,” kata Triyono.

Sampai di mako, ambulans dari Tangerang sudah larut malam. Jam berapa pun, jenazah harus dimakamkan. Usai jenazah dipindah ke ambulans PMI, langsung diberangkatkan. Prosesi pemakaman berlangsung pukul 03.00 dini hari. Usai itu, orang tua almarhumah istirahat di tenda PMI dan dijamu di sana. Bukan pulang ke kampung halamannya di Wonosari karena akan membuat warga resah.

“Jadi kami jembatani biar warga di sini tak gaduh. Siang hari, mereka baru balik ke Jakarta,” kata Triyono.

4. Sehari bisa tiga kali bolak balik ke kuburan

Kisah Relawan Pengubur Jenazah: Cegah Warga Gaduh Selama Pandemi (1)Tim relawan PMI Gunungkidul memakamkan jenazah pada masa pandemi. Dokumentasi PMI Gunungkidul

Kematian tak dapat ditawar. Dapat datang kapan pun dan terhadap siapapun. Tim relawan pun mesti bersiaga 24 jam penuh. Dengan keterbatasan tenaga yang hanya delapan orang, acap kali mereka melayani pemakaman sehari lebih dari sekali.

“Pernah juga sehari semalam tiga kali,” kata Triyono.  

Dan baru sehari istirahat, tim kembali menerima permintaan bantuan penguburan. Kali ini warga Kecamatan Ngawen yang meninggal setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Daerah Prambanan. Pihak rumah sakit menghubungi tim relawan PMI untuk membantu memakamkan.

“Ini ada jenazah. Alamatnya ini. Minta disiapin dekontaminasi dan petugasnya,” begitu inti permintaan pihak rumah sakit.

Jenazah dibawa ambulans rumah sakit ke pemakaman. Tim relawan menunggu di sana sembari menyiapkan dekontaminasi dan lampu penerangan.

“Biasanya kami memang langsung ke makam. Kecuali kasus jenazah dari Tangerang itu, kami transfer ke ambulans PMI dulu,” kata Triyono.

Begitu ambulans tiba, langsung disemprot disinfektan sebelum peti jenazah dipegang. Setelah peti jenazah dikeluarkan, ambulans disemprot lagi. Liang kubur juga disemprot sebelum peti jenazah diturunkan. Usai peti masuk, disemprot lagi. Lalu diurug tanah dan disemprot lagi sebelum tim bubaran.

Baca Juga: Berbagi Tugas Pengubur Jenazah: Dekontaminasi hingga Bikin Kopi (2)

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya