Pengamat UGM: Harga BBM Subsidi Bisa Dinaikkan untuk Cegah Migrasi
Sulit dilakukan pada tahun politik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radli, menyebut kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi menjadi sebuah keniscayaan bagi Pertamina. Fahmy menilai ada opsi juga menaikkan harga BBM subsidi, agar tidak ada peralihan dari BBM nonsubsidi ke subsidi.
"Untuk mencegah migrasi dari Pertamax ke Pertalite, Pemerintah bisa menaikkan harga Pertalite untuk memperkecil disparitas antara harga Pertamax dengan harga Pertalite," ujar Fahmy, Selasa (3/10/2023).
1. Kenaikan harga BBM non subsidi menjadi keniscayaan
Diketahui PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga BBM non-subsidi yang berlaku per 1 Oktober 2023. Harga Pertamax 92 naik dari Rp13.300 per liter menjadi Rp14.000 per liter, Pertamax Green 95 dari Rp15.000 menjadi Rp16.000 per liter, dan Pertamax Turbo dari sebelumnya Rp15.900 menjadi Rp16.600 per liter.
Selain itu, harga Dexlite juga naik dari Rp16.350 menjadi Rp17.200 per liter, per liter. Sedangkan Pertamina Dex dari Rp16.900 menjadi Rp17.900 per liter.
Kenaikan harga BBM non-subsidi itu, menurut Fahmy, menjadi keniscayaan bagi Pertamina. Pasalnya, penetapan harga BBM non-subsidi ditentukan berdasarkan mekanisme pasar.
Variabel utama penetapan harga BBM non-subsidi adalah harga minyak dunia, yang saat ini membumbung tinggi hingga mencapai US$95,31 per barrel. Kendati harga minyak dunia mendekati US$100 per barrel, Pemerintah bersikukuh tidak menaikkan harga BBM subsidi, Pertalite dan Solar.
Baca Juga: Naik! Ini Daftar Lengkap Harga BBM Nonsubsidi per 1 Oktober
Baca Juga: Tegas Jalankan Subsidi Tepat, Petugas SPBU di Sleman Dapat Apresiasi