Secinta Itu Sama Sinema Hadirkan 3 Film di JAFF
- MAXStream Studios hadirkan Secinta Itu Sama Sinema dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival.
- Tiga film pendek diputar, termasuk A Must See Movie Before You Die, Final Draft, dan Little Rebels Cinema Club.
- Film-film tersebut menggambarkan kecintaan pada sinema dan kreativitas sineas Indonesia.
Yogyakarta, IDN Times - MAXStream Studios menghadirkan Secinta Itu Sama Sinema, dalam gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), di XXI Yogyakarta, Rabu (4/12/2024) malam. Tiga film pendek yang diputar menggambarkan kecintaan pada sinema, sebagai wujud dukungan pada industri film.
“Temanya itu Secinta Itu Sama Sinema, payungnya itu story terkait premis sehari-hari kita sama sinema. Judulnya terkait sinema,” ujar Executive Producer MAXStream Studios & GM Digital Content Creation, Adityo Rengganegoro, saat konferensi pers.
1.Kreativitas sineas di Indonesia tidak diragukan

Adit menyebut kreativitas sineas dari Indonesia tidak diragukan lagi. Termasuk dalam tiga film pendek yang diputar yaitu A Must See Movie Before You Die, Final Draft, dan Little Rebels Cinema Club.
Film A Must See Movie Before You Die menceritakan dari sebuah studio kecil dalam rumah kontrakan baru, Kino, istrinya Via yang sedang hamil, dan sahabat mereka Wahyu merayakan satu juta pelanggan saluran YouTube mereka dengan mengulas ‘Film-Film Wajib Tonton Sebelum Mati.’ Rekaman hari itu ternyata menjadi video terakhir mereka bersama.
Kini Kino sendirian, berulang kali memutar video kenangan terakhir mereka sambil bergulat dengan keputusasaan. Di tengah kesedihan mendalam, uluran tangan Wahyu datang untuk kesekian kalinya, berusaha membantu Kino menemukan harapan di tengah gelapnya kehilangan.
2.Angkat cerita tentang sinema

Film kedua yang berjudul Final Draft, mengisahkan Ciko, seorang editor film, yang harus menghadapi dilema besar saat diberi tugas menghapus beberapa adegan pemeran utama karena kesalahan akting. Diam-diam, Jagad, sang sutradara, meminta Ciko untuk mengedit agar aktor tersebut benar-benar dihapus dari film, tanpa sepengetahuan Tasya, sang produser. Masalah semakin rumit karena aktor itu adalah titipan khusus dari investor penting.
Saat preview, investor tersebut justru meminta agar adegan aktor itu diperbanyak, mengancam akan menarik kembali dana produksi jika permintaannya diabaikan. Ketegangan memuncak ketika Tasya dan Jagad bersitegang hebat tentang versi final film, sementara Ciko terjebak di tengah pertikaian.
3.Dukung perkembangan film di Indonesia

Sementara itu, film ketiga Little Rebels Cinema Club mengangkat latar tahun 2008. Doddy, bocah lelaki berusia 14 tahun mencoba menciptakan kembali adegan ikonik sebuah film bersama sahabatnya menggunakan kamera tangan milik Anji, saudara emo-nya yang sedih dan pemarah.
Adit mengharapkan hadirnya tiga film pendek ini menjadi awal dan tidak berhenti di sini, kreativitas para sineas Indonesia. Pihaknya pun berupaya terus mendukung ekosistem perfilman.