Padukuhan Sorogedug Sleman, Dirintis Tokoh Sakti hingga Punya Pabrik Mbako

- Asal usul nama Sorogedug berasal dari Surodigdoyo dan Dugdheng, yang memiliki kesaktian luar biasa dan menjaga wilayahnya dari pembegalan.
- Pabrik gula dibangun di Sorogedug pada tahun 1920-an oleh Belanda untuk meningkatkan produksi komoditas gula.
- Sorogedug dikenal sebagai tempat pengolahan tembakau atau pabrik mbako sejak zaman Kolonial Belanda, tetapi pabrik ini tutup setelah perang pasca kemerdekaan.
Di Kabupaten Sleman, terdapat 1.212 padukuhan yang tersebar di segala penjuru. Di antara banyaknya desa tersebut, adalah Padukuhan Sorogedug yang disebut sebagai salah satu yang tertua di Kabupaten Sleman. Selain usianya, Sorogedug juga menyimpan berbagai cerita sejarah yang menarik buat dibahas.
Padukuhan Sorogedug sendiri masuk dalam wilayah administrasi Kalurahan Madurejo, Kapanewon Prambanan. Wilayahnya pun terbagi atas dua nama, yaitu Sorogedug Lor dan Sorogedug Kidul. Sudah ada sejak zaman penjajahan, di sini dulunya tempat pengolahan tembakau sampai pernah berdiri pabrik gula, lho!
1. Asal usul wilayah dan nama Padukuhan Sorogedug

Mengutip dari laman Kalurahan Madurejo, nama Sorogedug merupakan gabungan dari dua kata, Surodigdoyo dan Dugdheng. Sebutan “dugdheng” sendiri diberikan kepada seseorang yang memiliki kesaktian luar biasa, terutama dalam ilmu kebal terhadap senjata tajam. Karena kemampuan itulah, Surodigdoyo kemudian dikenal luas dengan nama Mbah Dugdheng.
Dahulu wilayah di selatan Prambanan hingga sekitar Piyungan dikenal rawan. Kawasan itu sering menjadi lokasi pembegalan, terutama terhadap pedagang yang melintas dari Gunungkidul, Klaten, atau Surakarta menuju Yogyakarta. Selain rawan kejahatan, daerah tersebut juga dianggap angker karena masih banyak dipenuhi pepohonan besar.
Melihat kondisi itu, Surodigdoyo merasa terpanggil untuk menjaga keamanan wilayahnya. Ia menumpas para begal dengan kesaktiannya. Bersama keluarganya, Mbah Dugdheng membuka lahan dan menjadi perintis Padukuhan Sorogedug. Perlahan, wilayah yang semula sepi mulai dipadati penduduk hingga akhirnya terbentuk sebuah padukuhan. Untuk menghormati jasa dan pengabdiannya, nama Sorogedug diambil sebagai bentuk penghormatan kepada Surodigdoyo, sosok rakyat biasa yang memiliki kesaktian luar biasa.
Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII, Mbah Dugdheng dikenal bukan hanya sakti, tapi juga dermawan dan bijaksana. Ia menentang kebijakan Belanda yang menindas rakyat dengan sistem tanam paksa. Ketegasannya membuat Belanda segan dan bahkan menawarinya jabatan di pabrik tembakau. Namun, tawaran itu ia tolak. Bagi Mbah Dugdheng, lebih baik hidup sederhana asal tetap berpihak pada rakyat Sorogedug.
2. Keberadaan pabrik gula Sorogedug

Padukuhan Sorogedug semakin hari semakin berkembang. Pada tahun 1920-an, dibangun sebuah pabrik gula. Sebuah arsip peta Belanda yang berjudul “Prambanan: Opgenomen Door Den Topografischen Dienst In 1923- 1925” menampilkan adanya simbol dan informasi mengenai bangunan dari Pabrik Sorogedug.
Pabrik gula di Sorogedug ini kemudian menjadi satu dari sembilan pabrik gula yang dibangun oleh Belanda guna meningkatkan produksi komoditas gula. Namun, ada sumber lain yang mengatakan bahwa sejatinya di Sorogedug tidak berdiri pabrik gula melainkan hanya tempat penyimpanannya saja. Sedangkan keberadaan pabrik gulanya ada di Tanjungtirto, Kapanewon Berbah, dan bernama Pabrik Gula Kalasan. Kedua tempat ini diketahui saling berdekatan.
3. Terbit dan terbenamnya pabrik tembakau di Sorogedug

Keunikan yang ada di Padukuhan Sorogedug yaitu sebagai tempat pengolahan tembakau atau yang disebut pabrik mbako, sedangkan tempat sekitar pabrik mbako sering disebut Mbabrik. Keberadaan pengolahan tembakau dilakukan sejak jaman Kolonial Belanda.
Pengolahan pabrik mbako semakin pesat terutama di tahun 1960-an yang dikelola oleh Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Karena itu di Sorogedug banyak berdiri rumah dinas untuk para pegawai pabrik, terutama rumah sinder atau pengawas. Rumah sinder masih ada yang bisa ditemukan di Sorogedug. Sinder sendiri merupakan sebutan dalam bahasa perkebunan kolonial yang artinya pengawas lapangan setingkat mandor.
Pabrik mbako ini kemudian menjadi penggerak perekonomian warga Sorogedug. Sayangnya, ini tidak bertahan lama karena perang pasca kemerdekaan mengubah banyak hal, termasuk membuat pabrik sepi dan tutup.
4. Mitos tanah terlarang di Padukuhan Sorogedug

Dikutip dari laman Kalurahan Madurejo, ada sebidang tanah yang berlokasi di Padukuhan Sorogedug Kidul, membujur dari selatan ke utara dengan panjang kurang lebih 200 meter dan lebar sekitar 10 meter, yang dipercaya tidak bisa dijadikan lokasi tempat tinggal. Para sesepuh percaya bahwa di situ berdiri sebuah keraton yang tak kasat mata.
Berbagai kejadian pernah terjadi di tanah tersebut, mulai dari masyarakat yang melihat adanya aktivitas laiknya dunia nyata, hingga kepercahaan bahwa ada candi yang terkubur di dalamnya. Hingga pernah ada yang nekat mendirikan rumah di atas tanah keramat tersebut dan berakhir meninggal dunia secara misterius.
Tak sampai situ saja. Masyarakat banyak yang masih berziarah ke makam Surodigdoyo, makam Raden Bendhara dan makam Mbah Lahuk bila akan mempunyai hajatan, baik mantu maupun peringatan kematian anggota keluarga. Niatnya tentu sebagai doa untuk leluhur hingga minta berkah dari sang cikal bakal Padukuhan Sorogedug.