TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cegah Atlet Konsumsi Senyawa Doping, UGM Buat Aplikasi Skrining Doping

Senyawa doping ada pada produk obat yang dijual bebas

ilustrasi obat (pexels.com/Michelle Leman)

Yogyakarta, IDN Times - Peneliti Pusat Kedokteran Herbal sekaligus dosen Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), Arko Jatmiko Wicaksono, mengembangkan aplikasi skrining doping. Tujuannya untuk mencegah agar produk obat atau suplemen yang mengandung senyawa doping dikonsumsi oleh atlet.

1. Senyawa doping terkandung dalam berbagai jenis produk obat dan suplemen

ilustrasi obat-obatan (pexels.com/Pixabay)

Doping adalah obat perangsang untuk meningkatkan daya atau tenaga. Kandungan senyawa doping ini terdapat dalam berbagai bentuk obat, suplemen, hormon, dan sebagainya. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan bersama tim, Arko menyebut terdapat lebih dari 2.500 produk obat dan suplemen kesehatan teregistrasi BPOM yang diduga mengandung senyawa doping.

“Di luar itu, masih ditemukan suplemen tak teregistrasi BPOM beredar secara luas dan mudah dibeli justru melalui online shop,” kata Arko dalam keterangannya, Jumat (16/2/2024), dilansir laman resmi UGM.

2. Ada 400 lebih senyawa doping yang dilarang

Ilustrasi atlet bulutangkis (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Menurut Arko, pseudoephedrine merupakan salah satu senyawa doping yang terdapat pada berbagai jenis obat. Pseudoephedrine adalah senyawa alkaloid, agen simpatomimetik, yang biasa digunakan sebagai dekongestan untuk meringankan gejala hidung tersumbat saat terkena flu. Sejak Januari 2024, setidaknya ada 318 jenis produk obat teregistrasi BPOM yang mengandung senyawa tersebut.

“Bagi non-atlet, senyawa tersebut boleh saja dikonsumsi untuk mengatasi gejala flu. Namun bagi atlet, penggunaan obat-obatan tersebut sangat diatur bahkan cenderung dilarang oleh WADA,” ucapnya.

Selain pseudoephedrine, ada lebih dari 400 jenis senyawa doping yang masuk dalam daftar terlarang oleh World Anti-Doping Agency (WADA). “Untuk satu jenis senyawa doping, bisa terkandung dalam belasan hingga ratusan produk obat,” tambah dia.

Baca Juga: Alumni UGM Buka Layanan Konsultasi Psikologi bagi Caleg Stres di NTB

Berita Terkini Lainnya