TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Digelar 16 September, Inilah Sejarah Sekaten yang Perlu Diketahui 

Pasar malam Sekaten tahun ini pindah lokasi

Pasar malam sekaten (instagram.com/gallery_carlos)

Kabar gembira buat kamu yang sudah kangen hiburan rakyat Pasar Malam Sekaten.  Setelah libur panjang selama dua tahun akibat pandemik Covid-19, sekaten kembali diadakan di bulan ini. Gak tanggung-tanggung, Pasar Malam Sekaten akan diadakan selama satu bulan penuh, mulai tanggal 16 September -16 Oktober 2022.

Sebelum menikmati acara sekaten, gak ada salahnya untuk mengetahui sejarah lengkapnya. Yuk simak di bawah ini. 

 

1. Asal-usul nama Sekaten

Sekaten di Yogyakarta (instagram.com/arbiarso)

Sekaten tahun ini tak lagi digelar di Alun-Alun Lor Keraton Yogyakarta, namun dipindahkan di lahan bekas Kampus Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Kerjasama Jalan Parangtritis, Yogyakarta.

Berdasarkan laman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekaten berasal dari kata sekati yang diambil dari nama perangkat gamelan pusaka keraton yang selalu dibunyikan dalam rangkaian upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad.

Arti kedua berasal dari kata suka dan ati, yang dalam bahasa Indonesia berarti senang hati. Ada juga yang berpendapat sumber kata Sekaten berasal dari syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat.

Baca Juga: Mengenal Raja Pertama Peletak Cikal Bakal Kota Yogyakarta di Sekaten

Baca Juga: Pasar Malam Perayaan Sekaten Disepakati Bakal Digelar 2 Tahun Sekali

2. Sekaten sebagai media penyebaran Islam

website

Sekaten adalah salah satu upacara tradisional yang paling ditunggu masyarakat. Awalnya tujuan diadakannya Upacara Sekaten untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan secara rutin satu tahun sekali. Biasanya upacara ini diadakan setiap bulan Mulud, pada tanggal 5-11 Rabi’ul Awal dan pada 12 Rabi’ul Awal dengan dilakukan upacara Grebeg Mulud. Upacara Sekaten menjadi salah satu cara dalam menyebarkan agama Islam, khususnya melalui kesenian gamelan.

Gamelan berperan penting dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa karena pada masa itu masyarakat sangat menyukai gamelan. Wali Songo, khususnya Kanjeng Sunan Kalijaga membuat seperangkat gamelan yang diberi nama Kyai Sekati dan diletakkan di Masjid Demak untuk memeriahkan perayaan Maulid Nabi Muhammad.

Gamelan tersebut lantas dibunyikan sehingga menarik perhatian masyarakat. Di momen itu para wali menyampaikan ajaran agama Islam.

3. Tradisi Upacara Sekaten

Grebeg Mulud di Sekaten Jogja 2018 (instagram.com/noorcha_sa)

Tradisi Upacara Sekaten meliputi acara numplak wajik yang dilakukan di halaman istana Magangan. Upacara ini diadakan dua hari sebelum acara Grebeg Muludan. Acara numplak wajik merupakan acara kotekan atau memainkan lagu menggunakan kentongan, lumpang yaitu semacam alat untuk menumbuk padi, yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak saat Grebeg Muludan.

Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta dikawal oleh seluruh bregada atau kompi prajurit yaitu Wirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Surakarsa, Bugis, dan Korps Musik.

Bregada ini membawa iring-iring gunungan yang dibuat dari beras ketan dan makanan yang terdiri dari buah-buahan serta sayur-sayuran yang dibawa dari Keraton Yogyakarta menuju Masjid Agung untuk didoakan. 

Gunungan ini direbutkan oleh masyarakat menganggapnya sebagai berkah. Biasanya, apa yang didapat dari gunungan tersebut akan ditanam di sawah atau ladang dengan harapan membawa berkah, menjadikan lahan subur, dan bebas dari malapetaka.

Baca Juga: Ganti Wajah, Sekaten Tahun Ini Hadir Tanpa Pasar Malam

Berita Terkini Lainnya