TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jawa-Bali Defisit Air, Pakar UGM: Kita Pakai Hak Generasi Mendatang

Nusa Tenggara juga alami defisit air bersih

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Sleman, IDN Times - Sejumlah daerah di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
telah mengalami defisit ketersediaan air. Kondisi ini diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sunjoto Kusumosanyoto, di mana defisit air ini telah terjadi sejak tahun 1980-an dan memerlukan upaya penanganan yang segera untuk memastikan ketersediaan air bagi generasi mendatang.

“Di Indonesia yang mulai defisit air Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Memang tidak seluruhnya, tapi faktanya defisit saat ini sudah sangat besar,” ungkapnya pada Kamis (25/3/2021).

Baca Juga: Masalah Sampah Tak Kunjung Usai, BEM KM UGM Kritik dengan Cara Kreatif

1. Kebutuhan air tak hanya untuk keperluan rumah tangga

Lahan sawah mengalami kekeringan. ANTARA FOTO/Jojon

Sunjoto menjelaskan, ketersediaan air yang dimaksud adalah kebutuhan air untuk hidup, yang di Indonesia besarannya dihitung antara 1.500-2.000 liter per hari per kapita. Menurutnya, kebutuhan ini bukan hanya meliputi kebutuhan air domestik rumah tangga untuk makan, minum, mandi, dan mencuci, tetapi juga kebutuhan lainnya seperti untuk pertanian dan peternakan sebagai industri penyedia sumber makanan.

Dia menyebutkan, Pulau Jawa dan Bali sebenarnya memiliki curah hujan yang tinggi, tidak seperti Nusa Tenggara yang cenderung memiliki curah hujan rendah. Akan tetapi, penyebab dari defisit air di Pulau Jawa dan Bali lebih diakibatkan oleh kepadatan penduduk yang cukup tinggi.

“Ini yang perlu mendapat perhatian lebih, meskipun tidak berarti yang di pulau-pulau lainnya tidak perlu diperhatikan juga,” katanya.

Sunjoto pun mengungkapkan, untuk wilayah di Indonesia yang memiliki surplus air paling besar adalah Papua. Hal ini lantaran Papua memiliki wilayah yang luas dan curah hujan yang tertinggi serta jumlah penduduk yang relatif sedikit.

2. Air yang kita gunakan sekarang merupakan hak generasi berikutnya

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Menurut Sunjoto, selama ini banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang kondisi ini lantaran masih memperoleh akses terhadap air bersih sepanjang tahun. Hal ini berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah tertentu, yang sudah mulai merasakan kesulitan untuk memperoleh air ketika memasuki musim kemarau.

Dia pun menjelaskan jika, saat ini ketersediaan air bawah tanah sudah sangat menipis, dan air yang saat ini dinikmati oleh masyarakat terutama masyarakat perkotaan sebenarnya adalah cadangan air yang seharusnya diperuntukkan bagi generasi mendatang.

“Kita tidak merasa kekurangan air, tapi kita ini sudah menggunakan hak generasi mendatang. Ini yang tidak kita sadari,” terangnya.

Baca Juga: Survei Masyarakat Digital, CfDS UGM: 40 Persen Tak Setuju Wajib Vaksin

Berita Terkini Lainnya