Diskusi The Feelings of Reality, Memahami Difabel Melalui Media Film
Difabel bukan objek inspirasi melainkan subjek dalam film
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kota Yogyakarta, IDN Times - Sebuah acara bertajuk Festival Film Dokumenter (FFD) 2019 berlangsung mulai tanggal 1-7 Desember di Taman Budaya Yogyakarta, IFI-LIP Yogyakarta, dan Kedai Kebun Forum. Salah satu rangkaian acaranya adalah Premiere Talk "The Feelings of Reality' yang diadakan di Institut Français Indonesia-Lembaga Indonesia Prancis (IFI-LIP) Yogyakarta, Selasa (3/12).
Diskusi ini mengundang narasumber Ajiwan Arief dan Mohammad Ismail dari Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB). Obrolan menjadi menarik karena kita bisa melihat bagaimana peluang media sebagai alat advokasi difabel.
Baca Juga: FFD 2019 Ajak Peduli Disabilitas Melalui Film Berteknologi VR
1. Kedua narasumber merupakan mentor pembuatan film dokumenter VR tentang difabel
Dalam rangkaian acara FFD 2019, salah satu program yang bertajukThe Feelings of Reality mengadakan kegiatan pembuatan video dokumenter dengan memanfaatkan teknologi virtual reality (VR) dengan menggaet delapan filmmaker dari empat daerah yaitu Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, dan Sumbawa.
Dalam proses produksi film-film ini, para filmmaker tidak begitu saja membuat film bersama penyandang disabilitas, namun didampingi oleh para mentor yang juga penyandang disabilitas dari SIGAB, yang diwakili oleh Ajiwan Arief dan Mohammad Ismail.
Dalam obrolan ini, mereka berdua setuju bahwa media bisa menjadi sarana advokasi difabel yang kuat jika dioptimalkan, terlebih lagi dengan adanya teknologi yang mulai beralih dari koran menuju ke video VR yang bisa disebarluaskan melalui YouTube.
"Karena masyarakat itu biasanya mendapatkan informasi dari media dan biasanya apa yang ada di media itu menjadi salah satu sumber informasi, salah satu hal yang bisa jadi diamini oleh masyarakat. Makanya sebenarnya media secara umum bisa banget menjadi alat untuk advokasi," tutur Ajiwan.
"Ada banyak orang juga tertarik untuk mengikuti YouTube dan ini menjadi peluang pendekatan untuk melakukan advokasi kepada masyarakat supaya lebih dekat dan YouTube ini bisa menjadi alat untuk advokasi," tambah Ismail melalui Mada, penerjemah bahasa isyarat.
Baca Juga: Almumtaz, Band Disabilitas yang Rutin Kampanyekan Semangat Bersekolah