TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Saat WFH Ayah, Suami dan Pacar Dominasi Pelaku Kekerasan di Jogja 

Kekerasan disertai dengan pemerasan 

Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Mardya Shakti)

Yogyakarta, IDN Times – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) selama masa pandemik di Yogyakarta ternyata mengalami lonjakan. Peningkatan angka kekerasan tersebut terjadi lantaran anggota keluarga tidak keluar rumah lantaran takut tertular virus corona, orang tua yang terpaksa belerja di rumah atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Manager Divisi Pendampingan Rifka Annisa, Indiah Wahyu Andari menyatakan junlah aduan kasus kekerasan yang disampaikan ke Rifka Annisa selama dua bulan, yaitu bulan April dan Mei mengalami peningkatan dibanding sebelumnya. 

" Terdapat sebanyak 67 kasus pada April 2020 dan 98 kasus di Mei 2020. Pelaku yang diadukan mayoritas adalah ayah atau suami di dalam rumah tangga dan pacar di luar rumah tangga,” kata Indiah kepada IDN Times pada Jumat (31/7/2020).  

 

Baca Juga: Stres Orangtua Meningkat Saat Pandemik, Anak Rawan Alami Kekerasan 

1. Pelaku kekerasan mayoritas dilakukan ayah, suami dan pacar

Ilustrasi Kekerasan/Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Hasil analisa yang dilakukan konselor Rifka Annisa, peningkatan kasus kekerasan di dalam rumah tangga, baik terhadap istri atau anak selama pandemik terjadi karena frekuensi pertemuan semakin sering.

“Kan bekerja di rumah ya belajar juga online dari rumah,” kata Indiah.

Pelaku kekerasan biasanya cenderung bertemperamen tinggi. Sebelum masa pandemik ujar Indiah pelaku acap kali melakukan kekerasan, namun tak sesering saat memasuki masa pandemik.

"Sebelumnya pelaku dan korban jarang bertemu dengan kesibukan masing-masing di luar rumah. Dan ketika masa pandemik frekuensi kekerasannya semakin sering,” ujar Indiah.

2. Kekerasan disertai dengan pemerasan

Ilustrasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (IDN Times/Sukma Shakti)

Tak hanya di dalam rumah tangga, kasus kekerasan seksual juga mengalami peningkatan. Teman dekat korban atau pacar merupakan pelaku. 

Kekerasan berbasis gender dilakukan online, seperti meminta foto atau video korban dalam kondisi tanpa busana. Kemudian foto dan video itu menjadi alat bagi pelaku untuk memeras korban secara meteril berupa uang atau agar korban tak memutuskan hubungan. JIka tak dilakukan pelaku akan mengancam korban untuk menyebarkan foto dan video itu.

“Ini memang modus lama., tapi jadi meningkat karena selama pandemik kan publik lebih banyak berinteraksi lewat gadget,” kata Indiah.

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan pacar lainnya berupa grooming cyber. Modusnya, pelaku membujuk korban pelan-pelan, memperdaya korban untuk mengirimkan foto pribadinya kemudian diviralkan.  

Dua jenis kasus yang dilakukan pacar atau pun orang yang baru dikenalnya melalui media sosial, menurut Indiah terjadi karena korban kurang memahami cara berkomunikasi melalui dunia maya dengan aman. 

“Bahkan korban hanya mengenal pelaku lewat medsos, tidak mengetahui identitas pelaku. Termasuk sosok aslinya,” kata Indiah.

3. Jenis kekerasan yang terjadi menjadikan istri, anak dan pacar sebagai korban

Data kasus kekerasan Rifka Annisa Bulan Januri hingga Mei 2020

Berdasarkan data yang dihimpun Rifka Annisa sejak bulan Januari hingga Mei 2020, total terdapat 146 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Jenis kekerasan meliputi kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan dalam pacaran (KDP) dan kekerasan dalam keluarga (KDK).

Pada bulan Januari 2020 terdapat 40 pengadu. Bulan Februari 2020 sebanyak 41 pengadu.     

Sementara di bulan Maret 2020 saat mulai merebaknya virus SARS-CoV-2 di Indonesia, dari sebanyak 33 yang diladukan, 22 di antaranya mengadukan secara langsung dengan datang menemui konselor. Sebanyak 3 orang melalui hotline , dan melalui pengiriman email sebanyak 8 orang. 

“Selama pandemik kami memaksimalkan layanan pengaduan melalui hotline, bukan bertemu langsung,” kata Indiah.  

 

Baca Juga: Wonder Women, Emak-Emak Lawan Begal, Rebut Celurit dari Pelaku!

Berita Terkini Lainnya