TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

SLB di Kawasan Merapi Jadi Sasaran Edukasi Risiko Bencana

Tekankan inklusivitas dalam menghadapi potensi bencana

Awan panas guguran Gunung Merapi, Senin (8/7/2024). (Dokumentasi BPPTKG)

Intinya Sih...

  • BPPTKG gelar WLPB Goes To School di SLB Negeri 1 Pakem, Yogyakarta
  • 107 siswa dan 38 pengajar ikuti kegiatan Saling Jaga, Saling Siaga
  • Kegiatan ini untuk mengurangi risiko bencana erupsi Gunung Merapi di sekolah

Yogyakarta, IDN Times - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) akan menggelar Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) Goes To School di SLB Negeri 1 Pakem, Jumat (19/7/2024). Kegiatan ini untuk mengurangi risiko bencana pada setiap orang.

Kegiatan kali ini mengusung tema ‘Saling Jaga, Saling Siaga: Sekolah Luar Biasa Tangguh Bencana’. Kegiatan ini menggandeng Sekber Satuan Pendidikan Aman Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejumlah 107 siswa dan 38 pengajar akan mengikuti kegiatan tersebut.

1. Ancaman risiko bencana Gunung Merapi

Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, menjelaskan sejak 5 November 2020 aktivitas Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III), dengan ancaman utama awan panas guguran dominan mengarah ke Barat Daya. Ancaman risiko bencana erupsi dapat menjangkau wilayah desa-desa, termasuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

Dari kenyataan di lapangan tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, oleh ancaman bahaya Gunung Merapi, salah satunya adalah penyebaran informasi ancaman bahaya terkini dan upaya kesiapsiagaan warga sekolah melalui kegiatan WLPB Goes To School.

“Demikian juga dengan warga Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari individu dengan berbagai jenis kebutuhan khusus seperti mobilitas terbatas, gangguan penglihatan atau pendengaran, serta keterbatasan kognitif, sering kali menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat bencana,” ujar Agus, Kamis (18/7/2024).

Dalam konteks SLB, pendidikan mengenai penanggulangan bencana tidak hanya penting untuk keselamatan siswa dan staf, tetapi juga untuk membangun kemandirian mereka dalam menghadapi ancaman yang dapat datang kapan saja.

2. Kesadaran pentingnya inklusi pada kelompok difabel

Ilustrasi siswa SLB. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Agus menyebut kesadaran terhadap pentingnya inklusi dan perhatian terhadap kelompok difabel dalam konteks penanggulangan bencana telah semakin meningkat di tingkat nasional dan internasional. “Namun, implementasi praktis dari kebijakan-kebijakan ini seringkali memerlukan pendekatan yang spesifik dan disesuaikan dengan karakteristik unik dari masing-masing kelompok difabel,” ujar Agus.

Oleh karena itu kegiatan WLPB dan simulasi penanggulangan bencana yang khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa dan staf SLB menjadi sangat penting. Dengan memperkuat kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana, diharapkan dapat meningkatkan tingkat keselamatan dan kemandirian mereka, serta mengurangi tingkat risiko di sekolah.

Baca Juga: Bupati Sleman Pantau Aktivitas Merapi dan Kesiapsiagaan BPBD

Berita Terkini Lainnya