TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

353 Dosen Tolak Usulan Pemberian Gelar, UGM lakukan Kajian Akademik

Ada enam poin penolakan ratusan dosen UGM

ugm.ac.id

Sleman, IDN Times - Sebanyak 353 dosen dari 13 fakultas dan sekolah vokasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan menolak usulan terkait pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu di sektor nonakademik, termasuk kepada pejabat publik.

Menanggapi penolakan itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah melakukan kajian akademik terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada perguruan tinggi.

"Kajian ini dimaksudkan untuk mendudukkan pemberian profesor kehormatan dengan prudent (bijaksana) sehingga marwah UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tetap terjaga," kata Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan UGM, Dr Andi Sandi Antonius dalam keterangan resminya, Kamis (16/2/2023).

Dosen Departemen Hukum Tata Negara UGM itu mengakui peraturan tersebut memang menuai beragam tanggapan dari dosen Universitas Gadjah Mada.

1. UGM hargai setiap pandangan

ugm.ac.id

Menurut Sekretaris Rektor UGM Wirastuti Widyatmanti, di UGM setiap pandangan akan dihargai dan dihormati. Prinsip tersebut yang menjadi dasar UGM melakukan kajian terhadap Permendikbudristek tersebut.

"Hasil akhir dari kajian tersebut akan disampaikan kepada Kementerian dan menjadi dasar langkah UGM ke depan" kata Wirastuti.

Baca Juga: Beredar Surat Penolakan Penganugerahan Profesor Kehormatan di UGM

2. Prof Koentjoro mengaku ikut menolak usulan profesor kehormatan

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof Koentjoro.(Antara Photo/Luqman Hakim)

Sementra itu, Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof Koentjoro yang namanya ikut tercantum dalam surat itu membenarkan bahwa dirinya menjadi salah satu dosen yang menolak usulan profesor kehormatan. "Itu benar adanya," ucap mantan Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia ini.

Koentjoro menjelaskan untuk mencapai jabatan akademik tertinggi tersebut, dosen harus menapaki tahap demi tahap yang tidak mudah, mulai dari asisten, asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga puncaknya adalah profesor.

Tidak hanya itu, kata Koentjoro, mereka juga harus memiliki pengalaman pengejaran dan penelitian yang kuat. "Kami (untuk mencapai gelar profesor) itu capek, susah, kok, tiba-tiba orang dari politisi akan langsung masuk di situ. Soal unsur keadilan itu yang kami tidak ridha (rela)," kata Koentjoro.

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik Naik

Berita Terkini Lainnya