Hari Ini Aksi Mosi Parlemen Jalanan: Gagalkan Omnibus Law! (3)
Waspadai produk hukum yang tak transparan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Poster-poster berlatar hitam dan putih menempel di sejumlah tempat di Yogyakarta. Di tembok jembatan, dinding pos polisi, di boks PLN di jalanan. Tulisannya ringkas. Omnibusuk Law. Ditambah gambar tali yang membuat simpul laiknya untuk gantung diri.
Sejumlah aksi menolak omnibus law mulai bertebaran di beberapa kota pekan lalu. Hari ini, Senin (9/3), massa yang mengatasnamakan Rapat Rakyat Mosi Parlemen Jalanan turun ke jalan. Mengajak mahasiswa, aktivis lingkungan, jurnalis, buruh, juga berbagai elemen masyarakat sipil lainnya dalam satu barisan.
Mereka bergerak dari tiga titik kumpul. Bunderan UGM, Gedung Multi Purpose UIN Sunan Kalijaga, dan Taman Pancasila UNY. Mereka akan bergerak dan berkumpul di titik yang sama, yaitu di pertigaan Gejayan. Dan mengusung seruan yang sama: Gagalkan Omnibus Law.
Baca Juga: Omnibus Law, Kelahiran RUU Sapu Jagat Demi Pertumbuhan Ekonomi (1)
1. RUU Omnibus Law sulit direview, jika sudah disahkan
Penyusunan drafnya sangat cepat. Tak semua para stakeholder yang terdampak kepentingannya dilibatkan untuk membahas, seperti buruh, aktivis lingkungan, jurnalis.
“Tiba-tiba sudah ada drafnya, diajukan ke DPR, sudah ada surat presidennya. Berarti sudah matang,” kata Direkur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril.
Kesan tergesa-gesa penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengingatkan ketika RUU Revisi KPK muncul. Selain sama-sama diributkan, draf keduanya pun tak dimunculkan kepada publik. Semestinya sejak awal langkah itu sudah dilakukan pemerintah agar transparan.
“Banyak hak publik diatur di situ. Dan banyak undang-undang yang diubah dalam RUU itu,” kata Oce.
Ia pun mengingatkan kebijakan publik maupun produk hukum yang dibuat dan berlaku bersifat mengikat dan punya konsekuensi. Apalagi seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang memuat banyak pasal seperti RUU KUHP, sehingga sulit di-review.
Ia setuju RUU itu jangan sampai lolos untuk disahkan. Momentum saat ini harus benar-benar digunakan untuk memelototi pasal demi pasal yang harus dicoret.
“Jadi jangan sampai disahkan. Karena sulit direview, apalagi diubah,” kata Oce.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Sosiolog UGM, AB Widyanta. RUU sapu jagat itu ditengarai menjadi tatanan baru yang dirancang tidak demokratis, tidak transparan, sehingga harus diawasi.
“Jangan sampai disahkan, karena implikasinya sangat serius,” kata Widyanta.
Baca Juga: Tak Hanya Buruh, Omnibus Law Memberi Dampak bagi Semua (2)