TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

100 Lebih Guru Besar UGM Desak Pemerintah Dengar Suara Rakyat

Soroti demokrasi yang merosot

Gabungan elemen masyarakat menggelar aksi Jogja Memanggil, di Yogyakarta, Kamis (22/8/2024). Mereka menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur. (IDNTimes/Herlambang Jati)

Intinya Sih...

  • Lebih dari 100 Guru Besar UGM menyerukan agar pemimpin negara mendengarkan suara rakyat dan menolak segala bentuk KKN.
  • Kritik terhadap pemerintah disampaikan melalui imbauan, seruan, demonstrasi, dan unjuk rasa oleh berbagai elemen masyarakat untuk mencegah manipulasi politik.
  • Ketegangan antara elite politik menunjukkan kepentingan jangka pendek lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat, serta instrumen perundangan dijadikan alat politik sempit.

Yogyakarta, IDN Times - Sebanyak 100 lebih Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerukan kepada semua pemimpin lembaga negara agar selalu mendengar suara rakyat. Mereka menyoroti merosotnya demokrasi di Indonesia belakangan ini.

Berbagai kritik terhadap pemerintah tersebut telah disampaikan melalui imbauan, seruan, demonstrasi, dan unjuk rasa, oleh berbagai elemen masyarakat. Apa yang dilakukan masyarakat tersebut sebagai upaya mencegah terjadinya manipulasi dan kekerasan politik yang disinyalir bertujuan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.

1. Terjadi kemerosotan demokrasi di Indonesia

Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UGM Prof. Baiquni mengatakan saat ini tengah terjadi kemerosotan demokrasi di tanah air. Kondisi tersebut ditandai dengan pelemahan lembaga-lembaga penegak hukum, seperti KPK dalam penindakan korupsi yang menggurita, dominasi elit partai politik dan pelemahan kontrol publik pada penyelenggaraan pemerintahan, serta pengabaian nalar dan nurani di berbagai praktik pembangunan.

“Kita meminta pemimpin lembaga negara untuk mendengar suara rakyat yang menolak segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, karena tidak sesuai dengan demokrasi dan juga semangat reformasi," kata Baiquni, Senin (26/8/2024).

2. Pemimpin negara seharusnya berpikir jangka panjang

Sekretaris DGB UGM Prof. Wahyudi Kumorotomo menambahkan bahwa ketegangan yang terjadi antara para elite politik di antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif memperlihatkan bahwa semangat para pemimpin politik lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek dan diri sendiri ketimbang kepentingan rakyat dan warga Indonesia. “Pemimpin negara seharusnya memikirkan kepentingan negara dalam jangka panjang, mengingat rakyat kita masih menghadapi kesulitan ekonomi dan ketidakpastian global,” jelasnya. 

Wahyudi menuturkan bahwa terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang kemudian ditanggapi secara reaktif oleh Badan Legislatif DPR yang hendak mengubah Undang-undang tentang Pilkada, menunjukkan betapa instrumen perundangan sudah dijadikan sebagai alat untuk mengejar kepanjangan politik sempit dan jangka-pendek. “Seraya mengabaikan keinginan rakyat bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat di tanah air,” ungkapnya.

Baca Juga: 1.000 Akademisi UGM Nyatakan Darurat Demokrasi Indonesia, Apa Isinya?

Berita Terkini Lainnya