Nyi Hadjar Dewantara, Sosok Pelopor Organisasi Wanita Taman Siswa

- Menjadi istri, ibu, hingga guru yang turut berperan penting untuk kemajuan Tiga Serangkai serta membantu suaminya saat di penjara.
- Mendirikan Organisasi Wanita Taman Siswa pada 1931 dan menjadi salah satu penggerak Kongres Perempuan 1 Yogyakarta pada 1928.
Saya tidak tahu apakah yang akan terjadi dengan saya pada akhirnya, kalau tidak ada Nyi Hadjar
Ini adalah perkataan Ki Hadjar Dewantara mengenai istrinya. Bukan sekadar kalimat, melainkan penghargaan seorang suami kepada istrinya.
Selama ini kita terbiasa mendengar perjuangan Ki Hadjar Dewantara, padahal jasa Nyi Hadjar Dewantara tidak kalah hebatnya.
1. Lahir dari keluarga ningrat dan terdidik

Lahir dengan nama Raden Ajeng Sutartinah, pada 14 September 1390 di Yogyakarta, Nyi Hadjar bukan dari keluarga ningrat. Ayahnya bernama Kanjeng pangeran Haryo Sasraningrat dan ibunya, Radeng Ajeng Mudmainah berasal dari keluarga bangsawan. Kakeknya adalah Sri Pakualam III.
Dari laman tamansiswapusat.com, Nyi Hadjar bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), bahkan di rumah juga mendapat akses belajar berupa buku-buku bahasa jawa, membatik hingga kerajinan rumah tangga. Setelah tamat, ia melanjutkan pendidikan guru dari R.M. Rio Gondoatmodjo dan menjadi guru pembantu di sekolah yang sama.
Tahun 1919, Ki Hadjar Dewantara dan Raden Ajeng Sutartinah resmi menikah. Dalam pernikahannya, dikaruniai enam anak yakni:
R.Ay. Niken Wandansari Sutapi Asti
R.M. Subroto Aryo Mataram
R.Ay. Ratih Tarbiyah Saleh Lahade
R.M. Ontowirjo Sudiro Alimurtolo
R.M Bambang Sokawati
R.M Syalendra Wijaya
2. Menjadi istri, ibu, hingga guru

Ketika Ki Hadjar Dewantara diasingkan ke Belanda, Nyi Hadjar turut bersamanya hingga berperan penting untuk kemajuan Tiga Serangkai. Dilansir laman budaya.jogjaprov.go.id, Nyi Hadjar bahkan menjadi guru di Weimar Den Haag yang bernama Frobel School, yaitu taman kanak-kanak di mana dari pekerjaan tersebut, Nyi Hadjar bisa membantu keberlangsungan Tiga Serangkai.
Sepulangnya ke Indonesia, kehidupan Ki Hadjar Dewantara dan keluarga bukannya membaik. Ki Hadjar bahkan pernah masuk penjara gegara mendapat Pers Delict atau Pelanggaran Undang-Undang Pers Kolonial Belanda. Hal ini karena ada oknum yang meminta supaya agar Hadjar dipenjara, hingga akhirnya menjadi tahanan kriminal Pekalongan. Tentu Nyi Hadjar tidak tinggal diam, ia selalu mengirim makanan dan kebutuhan Ki Hadjar Dewantara. Ia pun turut andil dalam partai sebagai pemberi informasi dan berjuang agar Ki Hadjar dipindahkan ke penjara Semarang.
Caranya adalah dengan menghubungi saudaranya yang berada di Dewan Rakyat Batavia dan melaporkan kejadian ketidakadilan yang menimpa suaminya. Sampai akhirnya kabar itu sampai ke Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan betapa kagetnya ia mendengar kabar tersebut. Alhasil, Ki Hadjar berhasil dipindahkan mejadi tahanan politik Semarang.
3. Mendirikan Organisasi Wanita Taman Siswa

Ki Hadjar sebagai pendiri dari organisasi pendidikan Taman Siswa pada 1922, tak dapat dilepaskan dari andil Nyi Hadjar. Bahkan selepas kepergian sang suami, ia tetap mengupayakan keberlangsungan Taman Siswa. Pada 31 Maret 1931, diresmikan Organisasi Wanita Taman Siswa dengan pelopornya adalah Nyi Hadjar.
Organisasi Wanita Taman Siswa ini memiliki peran penting di mana anggotanya wajib membantu Taman Siswa di bidang pendidikan kewanitaan dan kesucian dalam lingkungan Taman Siswa, serta menjalin hubungan dengan organisasi wanita lainnya.
Berdasarkan jurnal "Perjuangan Emansipasi Organisasi Wanita Taman Siswa di Yogyakarta Tahun 1922-1945" karya Wahyu Sujadi (2013), disebutkan organisasi ini mendapatkan tanggapan kurang baik dari penjajah. Puncaknya saat Belanda menutup kegiatan sekolah di Taman Siswa. Namun, hal ini tidak menggetarkan Organisasi Wanita Taman Siswa yang tetap melaksanakan belajar-mengajar dengan cara gerilya pendidikan, dengan cara menggunakan rumah guru Taman Siswa sebagai lokasinya.
Saat penjajahan Jepang berkuasa, organisasi dibubarkan pemerintah Jepang dan diganti dengan nama Fujinkai. Pada 1945, Organisasi Wanita Taman Siswa akhirnya melanjutkan perjuangan hak-hak kaum wanita setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
4. Salah satu penggerak Kongres Perempuan 1 Yogyakarta

Nyi Hadjar juga diketahui menjadi salah satu dari tiga wanita penggerak Kongres Perempuan 1 di Yogyakarta yang digelar pada 1928. Dalam kongres ini, ia mewakili Organisasi Wanita Taman Siswa.
Pada 1960-an, Nyi Hadjar menjadi bagian dalam pendirian Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, hingga menjabat sebagai rektor pada 1965. Nyi Hadjar juga menjalankan amanat Ki Hadjar untuk menjadikan rumah bekas peninggalannya sebagai museum yang kemudian diresmikan oleh Nyi Hadjar pada 2 Mei 1970.