Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Sultan Hamengku Buwono IV, Naik Takhta di Usia 10

Sri Sultan Hamengkubuwono IV (kratonjogja.id)
Intinya sih...
  • Kesultanan Yogyakarta adalah satu-satunya kesultanan di Indonesia yang masih berperan dalam pemerintahan.
  • Sri Sultan Hamengku Buwono IV naik takhta pada usia 10 tahun setelah ayahnya wafat.
  • Pada masa pemerintahannya, kekuasaan lebih banyak dijalankan oleh wali raja dan ibunya, hanya 2 tahun dijalankan secara mandiri.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang masih memiliki kesultanan sebagai bagian dari sistem pemerintahan. Kesultanan Yogyakarta, yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono, memiliki peranan penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.

Saat ini, takhta kesultanan Yogyakarta dipegang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam sejarah panjang kesultanan ini, terdapat cerita yang menarik tentang Sri Sultan Hamengku Buwono IV, yang memulai perjalanan kepemimpinannya pada usia yang masih sangat belia.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri lebih dalam tentang perjalanan hidup dan kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IV dalam sejarah kesultanan Yogyakarta.

1. Lahir dengan nama Gusti Raden Mas Ibnu Jarot

Sri Sultan Hamengkubuwono III, ayah dari Hamengkubuwono IV (kratonjogja.id)

Sri Sultan Hamengku Buwono IV, yang memiliki nama asli Gusti Raden Mas Ibnu Jarot merupakan putra ke-18 dari Sri Sultan Hamengku Buwono III dan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono yang lahir pada 3 April 1804. Sultan HB IV juga merupakan adik dari pahlawan nasional Pangeran Diponegoro.

Ayah Sultan Hamengku Buwono IV, yakni Sultan Hamengku Buwono III, wafat pada 3 November 1814 di usia 45 tahun. Enam hari kemudian, yakni pada 9 November 1814, Sri Sultan Hamengku Buwono IV naik takhta pada usia 10 tahun.

2. Pemerintahan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono IV

Gusti Raden Mas Gatot Menol, pewaris tahta Sultan Hamengkubuwono IV (kratonjogja.id)

Karena usia Sultan HB IV yang masih sangat muda, pemerintahan dijalankan dengan pendampingan dari wali raja. Salah satu wali raja yang diangkat pada masa itu adalah Pangeran Notokusumo yang memiliki gelar Paku Alam I. Kedudukannya sebagai wali berlangsung hingga sang sultan mencapai aqil baligh di 16 tahun pada tahun 1820.

Namun, pada tahun 1816 menjelang penyerahan kekuasaan Inggris ke Belanda, wewenang sebagai wali sultan di pemerintahan dijalankan oleh sang ibunda sultan dan Patih Danurejo IV.

Saat itu, Patih Danurejo untuk yang pertama kalinya mendukung sistem sewa tanah untuk pihak swasta, mengakibatkan kesengsaraan bagi warga Kasultanan. Patih Danurejo IV juga menempatkan kerabat-kerabatnya menduduki posisi strategis.

Keputusan Patih ini menciptakan kerenggangan antara Pangeran Diponegoro dengan keraton. Pada tahun 1820, di hadapan Sultan yang mulai menjalankan kekuasaannya secara mandiri, Pangeran Diponegoro mencela Patih Danurejo IV yang telah menyewakan tanah kerajaan.

Pada 6 Desember 1823, 2 tahun setelah menjalankan pemerintahannya secara mandiri, Sultan HB IV wafat. Salah satu sumber menyatakan bahwa beliau wafat setelah pulang bertamasya, tetapi sumber lain menyebutkan beliau meninggal pada saat bertamasya. Atas dasar peristiwa tersebut, Sultan mendapatkan gelar Sultan Seda Besiyar. 

Takhta Kasultanan kemudian diteruskan oleh putranya dari permaisuri GKR Kencono, Gusti Raden Mas Gatot Menol, yang masih berusia 3 tahun.

3. Peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono IV

kereta peninggalan sultan di Museum Kereta Keraton (google.com/Dinda Riyanti)

Masa pemerintahan mandiri Sultan secara mandiri hanya berjalan selama dua tahun. Selebihnya, wewenang Kasultanan lebih banyak dijalankan oleh sang Ibu dan dan Patih Danurejo IV. Hal ini mungkin menjadi penyebab tidak adanya karya sastra besar yang dihasilkan pada masa pemerintahan beliau. 

Namun, masih terdapat peninggalan Sultan berupa dua buah kereta, yaitu Kyai Manik Retno dan Kyai Jolodro yang saat ini berada di Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Kedua kereta tersebut digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono IV untuk kebutuhan pesiar. 

Demikianlah fakta-fakta tentang kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IV, yang naik takhta di usia yang masih sangat belia. Hal ini menyebabkan sebagian besar masa kepemimpinannya dijalankan oleh wali raja. Sultan sendiri menjalankan kekuasaannya secara mandiri hanya dalam waktu 2 tahun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lulu Fatikhatul Maryamah
EditorLulu Fatikhatul Maryamah
Follow Us