Ungkap Rentannya Driver Ojol Perempuan, Mahasiswa UGM Juara 1 SOCIUS

- Tim Soenario Kolopaking dari UGM raih Juara 1 SOCIUS 2025 lewat riset soal driver ojol perempuan.
- Penelitian mengungkap kerentanan ganda perempuan ojol, dari tekanan ekonomi, stigma, hingga risiko keselamatan, namun mereka membangun solidaritas lewat komunitas.
- Riset menyoroti kerja digital yang belum menyejahterakan dan diharapkan jadi rujukan advokasi bagi kebijakan serta platform.
Sleman, IDN Times – Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil meraih Juara 1 dalam Lomba Artikel Ilmiah Mahasiswa tingkat nasional Sociology Competition of Unesa (SOCIUS) 2025 yang digelar Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Ajang ini berlangsung dari 10 Juni hingga 3 Agustus 2025 dengan diikuti delapan universitas dari berbagai daerah.
Adalah Tim Soenario Kolopaking dari Departemen Sosiologi, Fisipol UGM, yang sukses menyabet gelar tersebut. Tim beranggotakan Nurima Setianingrum dan Afkaar Nabil Falah, dengan bimbingan Gregorius Ragil Wibawanto. Mereka membawakan karya tulis berjudul “Publik di Antara Negara dan Pasar: Perjuangan Driver Ojol Perempuan dalam Kerentanan yang Berlapis dan Berkelanjutan.”
1. Mengungkap kerentanan perempuan pengemudi ojol

Penelitian yang dilakukan tim ini menyoroti pengalaman perempuan pengemudi ojek online di Yogyakarta. Mereka menghadapi berbagai kerentanan seperti tekanan ekonomi, risiko keselamatan, stigma sosial, pelecehan, hingga beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga.
Dengan metode kualitatif berupa observasi partisipatif dan wawancara mendalam, penelitian ini menggambarkan posisi perempuan ojol yang kerap “terjepit” antara minimnya perlindungan negara dan logika pasar yang eksploitatif. Meski begitu, mereka membangun solidaritas lewat komunitas seperti Srikandi dan KGMP sebagai ruang alternatif untuk saling mendukung.
2. Kritik atas kerja digital yang belum menyejahterakan

Salah satu temuan penting riset ini adalah kenyataan bahwa kerja berbasis digital tidak selalu membawa kebebasan.
“Penelitian ini mengungkapkan bahwa kerja berbasis digital tidak serta merta memerdekakan semua orang. Justru di balik kecanggihan teknologi dan slogan-slogan motivasional, ada cerita-cerita tentang perjuangan, ketidakpastian, dan pengabaian hak,” kata Nurima, Jumat (26/9/2025) dilansir laman resmi UGM.
3. Riset sebagai sarana advokasi sosial

Bagi Afkaar, prestasi ini menjadi bukti bahwa riset sosiologi bisa berperan sebagai alat advokasi. Ia berharap hasil penelitian timnya dapat menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan maupun perusahaan platform digital.
“Sejatinya mereka bekerja bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk menyambung hidup esok hari,” ungkap Afkaar.