Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kenapa Suara Gesekan Bikin Kita Ngilu? Ini Sebabnya!

ilustrasi goresan kapur pada papan tulis (pexels.com/Diana)
ilustrasi goresan kapur pada papan tulis (pexels.com/Diana)
Intinya sih...
  • Suara goresan di papan tulis atau logam mengaktifkan amigdala, pusat emosi otak, sebagai respons terhadap sinyal bahaya.
  • Suara goresan berada di rentang frekuensi 2.000-4.000 Hz yang dikaitkan dengan tangisan bayi atau jeritan manusia, memicu reaksi fisik.
  • Respons tubuh terhadap suara goresan dipengaruhi oleh ambang toleransi nyeri, faktor genetik, suasana hati, dan pengalaman masa lalu.

Saat suara gesekan terdengar, tubuh bisa langsung bereaksi tanpa aba-aba. Otak, melalui mekanisme biologisnya, memproses suara itu sebagai sinyal ancaman yang harus direspons cepat. Itulah sebabnya banyak orang merasa ngilu ketika mendengar bunyi kuku di papan tulis atau gesekan logam di keramik.

Fenomena ini terjadi bukan hanya di mana-mana, tapi juga pada siapa pun, tanpa memandang usia. Apa yang membuat kita merasa terganggu ternyata punya alasan ilmiah yang cukup kompleks. Untuk memahami lebih dalam, berikut ini deretan penyebab di balik rasa ngilu saat mendengar suara goresan

1. Otak kita mendeteksi suara goresan sebagai ancaman

ilustrasi ngilu ketika mendengar suara goresan (freepik.com/8photo)
ilustrasi ngilu ketika mendengar suara goresan (freepik.com/8photo)

Suara goresan bukan cuma bikin tidak nyaman, tapi juga mengusik area terdalam otak yang memproses rasa takut. Amigdala—pusat emosi di otak—langsung aktif ketika mendeteksi suara bernada nyaring dan menyayat, seperti kuku di papan tulis. Otak menganggapnya sebagai alarm, bukan sekadar bunyi biasa.

Frekuesi suara goresan umumnya berada di kisaran 2.000 hingga 4.000 Hz, mirip dengan tangisan bayi atau jeritan manusia. Bunyi dalam rentang ini secara evolusioner dihubungkan dengan sinyal bahaya atau permintaan tolong. Tanpa disadari, tubuh pun siaga dan memunculkan reaksi fisik seperti tegang atau merinding.

Yang bikin lebih menarik, suara ini tidak hanya didengar, tapi juga ‘terasa’. Sistem saraf mengaitkannya dengan sensasi sentuhan yang menyakitkan, meskipun tidak ada kontak fisik sama sekali. Maka wajar kalau banyak orang spontan menutup telinga atau mengernyit saat mendengar suara semacam itu.

2. Respons ngilu ini bukan cuma psikologis, tapi juga biologis

ilustrasi goresan kapur pada papan tulis (pexels.com/Diana)
ilustrasi goresan kapur pada papan tulis (pexels.com/Diana)

Sensasi ngilu saat mendengar suara goresan ternyata melibatkan sistem saraf yang kompleks. Bagian otak bernama anterior cingulate cortex aktif saat mendeteksi sinyal menyakitkan, termasuk dari suara. Wilayah ini mengikat rasa sakit fisik dan emosi, sehingga respon tubuh pun terasa lebih nyata.

Tubuh kita merespons suara mengganggu dengan sinyal biologis seperti peningkatan detak jantung dan konduktivitas kulit. Ini bukan sugesti, tapi respons alami terhadap sinyal yang dianggap membahayakan. Suara tertentu bisa memicu pelepasan senyawa neuropeptida yang bikin tubuh makin sensitif terhadap rasa tidak nyaman.

3. Setiap orang bisa punya ambang toleransi yang berbeda

ilustrasi terganggu oleh suara goresan (freepik.com/8photo)
ilustrasi terganggu oleh suara goresan (freepik.com/8photo)

Respons tubuh terhadap suara goresan tidak seragam untuk semua orang. Ada yang langsung meringis, tapi ada juga yang santai seolah tidak terganggu. Ini dipengaruhi oleh ambang toleransi nyeri yang unik pada tiap individu.

Faktor genetik, suasana hati, sampai pengalaman masa lalu ikut membentuk kepekaan kita terhadap suara mengganggu. Orang yang sedang stres atau kelelahan biasanya lebih mudah merasa terganggu. Begitu juga mereka yang punya riwayat trauma sensori—reaksinya bisa lebih kuat dari rata-rata.

Otak dan sistem saraf kita punya “pengaturan bawaan” yang berbeda-beda soal rasa tidak nyaman. Ada yang otaknya cepat siaga terhadap rangsangan auditif bernada tinggi, ada pula yang lebih tahan banting. Karena itu, rasa ngilu akibat suara goresan bukan soal lemah atau kuat, tapi tentang cara tubuh membaca sinyal bahaya.

4. Sensitivitas terhadap suara bisa dilatih supaya tak makin mengganggu

ilustrasi meditasi (freepik.com/rawpixel.com)
ilustrasi meditasi (freepik.com/rawpixel.com)

Tubuh manusia ternyata bisa membiasakan diri terhadap suara yang semula terasa menyiksa. Lewat pemaparan bertahap, otak perlahan belajar bahwa suara itu tidak selalu berarti bahaya. Lama-lama, respons ngilu pun bisa mereda atau bahkan hilang.

Teknik pernapasan dalam dan meditasi bisa membantu menenangkan sistem saraf saat mendengar suara mengganggu. Pikiran yang rileks cenderung tidak reaktif terhadap stimulus auditif bernada tajam. Dengan latihan konsisten, ambang toleransi terhadap suara semacam goresan bisa meningkat secara signifikan.

Ternyata reaksi itu bukan cuma soal perasaan atau trauma masa lalu, tapi ada penjelasan ilmiahnya. Jadi, lain kali kalau kamu mendengar suara yang bikin merinding, kamu tahu bahwa tubuhmu sedang melakukan mekanisme perlindungan alami.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us