TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bertahan di Masa Pandemik Seniman Jogja Berkarya Melalui Sosial Media

Alih media karya menjadi salah satu jalan keluar

Paksi Raras Alit, Gintani Nur Apresia Swastika, dan Ifada Fauzia, pada jumpa pers FKY 2020 di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Senin (7/9/2020) - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Tak bisa dipungkiri pandemik corona menurunkan pemasukan finansial di berbagai bidang pekerjaan, tak terkecuali para seniman.

Baik seniman panggung maupun seniman rupa sama-sama terkena dampak dari segi ekonomi akibat pandemik corona ini.

Kebijakan pemerintah yang meniadakan acara yang bisa menimbulkan kerumunan berdampak ke pekerja seni. Pasalnya, sebagian besar kegiatan seni melibatkan massa yang banyak seperti pentas seni, pameran dan lainnya. Lalu bagaimana para seniman mengatasi masalah ini

Baca Juga: Wadul ke Mahfud, Butet Kecewa Cara Salah Satu Menteri Maknai Seniman

1. Frekuensi pekerjaan seniman menurun drastis selama pandemik corona

Paksi Raras Alit, Gintani Nur Apresia Swastika, dan Ifada Fauzia, pada jumpa pers FKY 2020 di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Senin (7/9/2020) - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Menurut salah satu seniman panggung di Yogyakarta, Paksi Raras Alit terhitung selama 6 bulan ini para seniman panggung, frekuensi pekerjaannya turun drastis. 

Direktur Utama Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2020 itu menyatakan terdapat seniman yang tidak pentas sama sekali.

"Selama 6 bulan ini memang frekuensi seniman mendapatkan pekerjaan seperti tahun lalu memang turunnya sangat drastis, bahkan ada yang sudah 6 bulan ini seniman pertunjukan tidak pentas sama sekali," ucap Paksi saat jumpa pers Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2020 di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Senin (7/9/2020).

2. Alih media karya menjadi salah satu solusi seniman untuk tetap hidup

Paksi Raras Alit, Gintani Nur Apresia Swastika, dan Ifada Fauzia, pada jumpa pers FKY 2020 di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Senin (7/9/2020) - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Menurut Paksi, saat ini banyak para seniman mencoba menghidupkan sosial medianya seperti YouTube dan Instagram guna mengalih mediakan karya-karya mereka menjadi panggung virtual atau panggung digital.

"Semuanya (seniman) terus mengaktifkan YouTube dan sosial medianya untuk mengekspresikan diri, ya memang itulah cara kami yang paling memungkinkan yang bisa kita tempuh menghadapi ini," ucapnya.

Menurut Paksi, adaptasi pengalihan media karya juga sudah terjadi sejak zaman dulu. Seperti saat radio dan televisi masuk, para seniman juga harus beradaptasi untuk bisa mengalih mediakan karyanya dari panggung ke media seperti radio dan televisi.

"Dulu ketika radio masuk di Indonesia, pemain ketoprak juga harus alih media ke radio, pasti juga ada gesekan dulu. Main ketoprak kok ora ditonton uwong mung ditonton operator (main ketoprak kok tidak ditonton orang, hanya ditonton operator), dulu juga seperti itu. Televisi masuk, teman-teman teater masuk televisi, lha teater kok di-cut, atau di-shooting, atau diarah-arahke karo (diarahkan oleh) kameramen," ucapnya.

Paksi kembali menekankan bahwa ini menjadi salah satu bentuk adaptasi seniman pertunjukan dan merupakan inovasi yang harus dilakukan.

3. Belajar memahami platform daring juga menjadi tantangan bagi seniman

Gintani Nur Apresia Swastika pada jumpa pers FKY 2020 di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Senin (7/9/2020) - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Seorang perupa, Gintani Nur Apresia Swastika menyatakan pandemik corona ini bisa menjadi sebuah keunggulan tersendiri bagi kehidupan seniman rupa.

Menurutnya seniman rupa jadi dapat belajar lebih dalam tentang platform daring sebagai bentuk mempresentasikan karya baru, karena menurutnya setiap platform daring membutuhkan treatment masing-masing agar sesuai untuk mempresentasikan karya seni rupa.

"Justru malah situasi kali ini bisa digunakan lagi, bisa dimanfaatkan lagi untuk belajar platform media karena mungkin tahun-tahun berikutnya justru itu yang akan menghidupi, kita juga nggak tahu kan," ucap Gintani saat IDN Times temui pada jumpa pers FKY 2020.

Menurut Gintani hal ini dapat dilakukan karena proses produksi karya seni rupa rata-rata memakan waktu cukup lama, paling tidak 1 sampai 3 bulan lamanya dan tidak bisa cepat dipamerkan seperti karya seniman panggung, sehingga ada cukup waktu untuk belajar platfotm daring selama pandemik corona.

Baca Juga: Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu 

Berita Terkini Lainnya